Solo – Radikalisme dan terorisme masih menunjukkan eksistensinya di
Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi paham
ekstremis ini. Sejumlah kelompok radikal, yang sebelumnya menolak
Pancasila dan menyebutnya sebagai ideologi yang kafir dan musyrik,
kini kembali muncul dengan strategi baru untuk mempengaruhi
masyarakat.
Direktur Lembaga Amir Mahmud Center, Dr. Amir Mahmud mengatakan,
pihaknya telah memprediksi bahwa ideologi radikal tidak akan pernah
benar-benar hilang. Banyak dari kelompok ini berasal dari satu
ideologi yang kuat dan memiliki akar sejarah yang mendalam, yaitu
Negara Islam Indonesia (NII). Ideologi ini memiliki catatan historis
yang kuat dan terus berusaha untuk mendapatkan tempat di masyarakat.
“Salah satu strategi yang digunakan oleh kelompok radikal adalah
memanipulasi sejarah. Mereka sering mengacu pada Piagam Jakarta 22
Juni 1945 yang, menurut mereka, mendasari UUD 45 dengan prinsip
ketuhanan dan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.
Penafsiran ini digunakan untuk memperkuat argumen mereka dan
mempertahankan eksistensi ideologi mereka di tengah masyarakat,”
ujarnya.
Bahkan, para pengamat keamanan menilai bahwa meskipun kelompok radikal
ini tampaknya berusaha menampilkan diri mereka sebagai bagian dari
NKRI, ideologi mereka yang ekstrem tetap berbahaya dan terus berusaha
mencari celah untuk mempengaruhi masyarakat. Upaya untuk menghapus
radikalisme dan terorisme harus dilakukan secara konsisten dan
menyeluruh, termasuk dengan memperhatikan evolusi strategi yang
digunakan oleh kelompok-kelompok tersebut.
“Penting bagi masyarakat dan aparat penegak hukum untuk tetap waspada
dan terus menerapkan pendekatan yang efektif dalam menangani
radikalisme. Meskipun tampaknya ada perubahan dalam cara mereka
beroperasi, ideologi yang mendasari kelompok-kelompok ini tidak pernah
benar-benar mati,” katanya.