Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan radikalisme dan terorisme merupakan ancaman terhadap tumbuh kembang anak. Karena itu menjadi kewajiban pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan orang tua untuk melindungi anak dari ancaman radikalisme dan terorisme.
“Ini fakta bahwa radikalisme dan terorisme adalah ancaman terhadap anak dari sisi keagamaan, kehidupan bermasyarakat, tumbuh kembang, karakter, budi pekerti, nilai-nilai nasionalisme, dan cinta Tanah Air,” kata Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmatisasi KPPPA, Hasan, dalam sebuah seminar daring yang diikuti di Jakarta, Rabu (8/5/2020).
Hasan mengatakan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan orang tua untuk melindungi anak dari ancaman radikalisme dan terorisme.Pemerintah, pusat dan daerah, bertanggung jawab memberikan penanganan cepat termasuk pengobatan, rehabilitasi fisik, psikis, dan sosial; serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya.
Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab memberikan pendampingan psikososial; bantuan sosial bagi anak dari keluarga tidak mampu; pelindungan dan pendampingan dalam proses peradilan; edukasi tentang pendidikan, ideologi, dan nilai-nilai nasionalisme; konseling bahaya terorisme; dan pendampingan sosial.
“Masyarakat bertanggung jawab untuk berperan aktif dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial, melaporkan kepada pihak berwenang bila terjadi pelanggaran hak anak, dan berperan aktif dalam menghilangkan pelabelan negatif terhadap anak korban terkait terorisme,” tuturnya.
Sementara itu, orang tua bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, menumbuhkembangkan anak sesuai kemampuan, bakat, dan minatnya, serta memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti kepada anak.
Menurut dia, menjadi permasalahan adalah ada orang tua dan masyarakat yang mengajarkan radikalisme dan mengajak anak melakukan tindak pidana terorisme yang menimbulkan korban massal sehingga mengganggu tumbuh kembangnya.
“Ada kerentanan anak terlibat jaringan terorisme akibat pengaruh orang tua, teman, guru, dan pengaruh globalisasi yang menginformasikan paham radikalisme,” katanya.
Hasan mengatakan ada kecenderungan jaringan terorisme ingin memanfatkan anak dengan cara mempengaruhi, membujuk, merayu, dan menjanjikan macam-macam. Sementara itu, ada sebagian masyarakat yang juga bersikap tidak peduli ketika ada pihak-pihak yang mengajarkan radikalisme dan terorisme.