Radikalisme telah menjelma sebagai ancamana nyata, bukan saja untuk kesatuan dan persatuan bangsa, tetapi juga untuk agama. Sebagai ibu kandung dari anak haram bernama terorisme, radikalisme mendorong orang untuk melakukan apa saja, termasuk kekerasan, untuk menuntut terjadinya perubahan, atau lebih tepatnya perusakan dan kemunduran.
Radikalisme merusak pemikiran dan kesadaran orang dengan menciptakan setting kondisi yang mengambarkan betapa agama Islam saat ini tengah mengalami kemunduran, dan salah satu hal yang dianggap berperan besar dalam memundurkan Islam adalah berlakunya sistem ‘kafir’ yang tentu saja dijalankan oleh para ‘kafir’ pula, karenanya para radikal terus-terusan menghembuskan dorongan untuk melakukan perlawanan dan bahkan pembunuhan kepada orang-orang yang mereka tuduh ‘kafir’ itu.
Begitu bencinya kelompok radikal, hingga mereka menuduh seluruh bencana dan kesusahan hidup yang mereka alami selama ini adalah akibat ulah dari para ‘kafir’ yang membuat Allah marah. Allah dianggapnya mendatangkan bencana sebagai hukuman atas perilaku buruk para ‘kafir’, sekaligus sebagai sindiran kepada para radikalis untuk segera berbuat; menghabisi para ‘kafir’. Tanpa itu, hidup dipandang tidak lagi bisa mendatangkan keberkahan dari Allah. Tentu hal ini tidak dapat dibenarkan, pemikiran sempit seperti ini adalah imbas dari pembelajaran yang salah tentang agama.
Kelompok radikal tampak menyadari betul adanya gap besar yang menyeret mereka pada kesenjang sosial dan ekonomi, legitimasi yang biasa dimainkan adalah, “lebih baik kaya hati daripada kaya harta”, seolah keduanya (kaya hati dan kaya harta) tidak pernah bisa dimiliki secara bersamaan. Karenanya, alih-alih berusaha mengembangkan diri untuk meningkatkan kualitas hidup, kelompok radikalis terlalu asik menebar kebencian dan label kafir kepada siapa saja yang mereka benci.
Menyebarnya radikalisme di kalangan masyarakat kita saat ini merupakan implikasi langsung dari merebaknya forum-forum pengajian yang dipenuhi dengan ungkapan-ungkapan kebencian dan permusuhan. Dalam forum-forum ini, para ustadz bukan hanya mengobral ajaran menyesatkan, tetapi juga membangun patron ustadz dan bawahan dengan para jamaahnya. Sehingga ustadz bukan saja orang yang bertugas untuk mengajarkan, tetapi juga orang yang berkuasa untuk memerintahkan dan menentukan nasib orang lain.
Selain sebab di atas, radikalisme juga menancap tajam di hati sebagian orang lantaran banyak hal lain, seperti hubungan kekeluargaan (baik melalui pertalian darah maupun perkawinan), hubungan pertemanan dan hubungan emosi yang muncul akibat kesamaan pengalaman di medan ‘perjuangan’. Media juga memainkan peran besar dalam penyebaran radikalisme, terutama dengan semakin banyaknya situs dan akun media sosial yang terus-terusan menjejali utamanya kaum muda dengan ajaran-ajaran radikal.
Seperti disebut sebelumnya, radikalisme bukan saja berbahaya untuk kesatuan dan persatuan bangsa, tetapi juga mengancam kesucian agama. Radikalisme bisa dilawan, kekerasan bisa dihilangkan, keamanan bisa diwujudkan. Yang kita butuhkan saat ini adalah sikap aware terhadap bahaya radikalisme, diikuti dengan komitmen kuat untuk menghindari kekerasan, apapun bentuknya. Saya, dan semoga juga anda, percaya kejahatan (meskipun dibungkus dengan agama) tidak akan mungkin bisa mengalahkan kebaikan.