Radikalisme Agama Berpotensi Memunculkan Tindakan Terorisme

Jakarta – Umat Islam di Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah besar dengan munculnya kelompok kelompok yang melakukan distorsi dalam memahami ajaran agama. Setidaknya ada tiga kelompok yang melakukan distorsi tersebut yaitu, kelompok Radikalisme agama, kelompok tekstualisme, dan kelompok liberalisme agama, serta sesatisme agama. Lebih dari itu pemahaman keagamaan ketiga kelompok tersebut telah menyimpang terlalu jauh dari prinsip prinsip ajaran agama.

Hal tersebut dikatakan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Prof. Dr. Muhammadiyah Amin, M.Ag, dalam sambutannya pada pembukaan acara Rapat Koordinasi (Rakor) dalam rangka pendampingan sasaran deradikalisasi di masyarakat yang digelar di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Kementerian Agama (Kemenag) yang berlangsung di salah satu hotel di Jakarta pada Senin (13/11/2017) malam.

“Radikalisme agama dalam banyak kesempatan telah terbukti berdampak pada munculnya sikap ekstrimisme, dimana sikap tersebut sangat berpotensi memunculkan tindakan terorisme,” ujarnya.

Dalam konteks ini menurutnya, fakta yang terjadi telah menunjukan bahwa akibat ulah segelintir orang Islam yang melakukan aktifitas kekerasan dengan mempergunakan simbol Islam pada kenyataannya menimbulkan kerugian bagi umat Islam pada umumnya.

“Dampaknya, umat Islam terstigma negative akibat ulah segelintir orang tersebut. Praktek praktek kekerasan yang dilakukan segelintir orang telah dimanfaatkan oleh pihak pihak lain untuk memojokkan umat islam secara umum,” kata pria yang juga Guru Besar dan mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Amai Gorontalo ini.

Lebih lanjut peraih gelar Doktor bidang Kajian Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan pada hakikatnya agama Islam sama sekali tidak ada kaitannya dengan gerakan radikal apalagi terorisme, tidak ada satupun pesan moral Islam yang menunjukan adanya ajaran radikalisme dan terorisme.

“Kondisi inilah yang menjadi tantangan Kementerian Agama khususnya di Ditjen Bimmas Islam dalam menghadapi interpretasi paham keagamaan yang tidak otoritatif tersebut. Interpretasi paham keagamaan yang tidak otoritatif atau paham keagamaan bermasalah, akan mengakibatkan konflik horizontal yang berkepanjangan,” ujarnya.

Tentunya konflik ini akan memberikan dampak yang buruk terhadap kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Sehingga dalam konteks inilah penyelenggara Syariah, penyuluh Agama Islam dan penghulu berada di barisan terdepan dalam memberikan penjelasan yang tepat dan mengenai sasaran dalam kaidah beragama yang baik dan benar.

“Oleh karenanya sense of crisis (kepekaan) terhadap perkembangan aliran atau gerakan keagamaan bermasalah menjadi mungkin untuk dimunculkan agar tidak menimbulkan konflik konflik berkepanjangan yang rentan terhadap kekerasan,” ujarnya.

Menurutnya, terjadinya konflik dan kekerasan akibat adanya korban aliran dan gerakan keagamaan bermasalah didalam masyarakat disebabkan karena lemahnya dalam mendeteksi dini terhadap potensi terjadinya konflik tersebut. Disamping itu masih banyak faktor yang mendukung terjadinya konflik dan kekerasan tersebut seperti, faktor social, ekonomi dan masyarakatnya sendiri yang tidak biasa menerima perbedaan.

“Konflik yang berakar dari paham keagamaan bermasalah tersebut, pada awalnya bersifat laten atau terselubung, lalu berubah menjadi bersifat terbuka,” ujarnya.

Bahkan dirinya mengatakan bahwa Ditjen Bimas Islam sendiri telah melakukan upaya pembinaan dan deradikalisme melalui program-program prioritas diantaranya dengan membentuk tim Cyber radikalisme, Pornografi dan Narkotika yang tersebar di seluruh kantor wilayah Kementerian Agama.

“Kami juga melakukan pembinaan dan bimbingan paham keagamaan Islam oleh penyuluh di lapas-lapas teroris, membentuk pusat layanan (crisis center) penanangan paham keagamaan Islam bermasalah, radikalisme dan terorisme lintas sector berbasis pesantren, Ormas Islam dan Perguruan Tinggi Agama Islam,” ujarnya.
.
Diakhir sambutannya pria kelahiran Kuala Enok Inhil Riau, 14 Agustus 1963 ini menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada BNPT yang telah menyelenggarakan kegiatan ini dengan menghadirkan para penyuluh Agama Islam se-Indonesia.

“Semoga kerjasama ini dapat kita bina secara berkelanjutan, bermanfaat dan memberikan maslahat bagi umat. Mengingat arti penting dan strategis hasil kegiatan ini bagi persatuan umat Islam,” ujarnya mengakhiri.