Sehubungan dengan fasilitas kunjungan keluarga atau ruang tamu, perlu diwaspadai dan disiapkan SOP bagi pengunjung, karena di antara pengunjung yang datang sangat dimungkinkan adanya kunjungan dari jaringan dan kelompok radikalisme. Pada tahun 2014 misalnya, salah seorang kepala lembaga pemasyarakatan yang berlokasi di pulau Nusakambangan menemukan jumlah kunjungan kepada napi terorisme dalam lapas hingga mencapai angka ratusan, diduga kuat kelompok radikalisme yang memiliki jaringan yang sama dengan napi terorisme tersebut datang berkunjung secara bergiliran. Mereka rata-rata kedatangan pengunjung yang memberikan tausiyah, dakwah, tarbiyah, hingga taklim dari tokoh yang menjadi ideolanya dalam menegakkan dan menjalankan misi perjuangan menegakkan syariat Islam versi mereka.
Selain tiga problematika tersebut yang telah diuraikan, pada umumnya pegawai lembaga pemasyarakatan, terutama yang berhubungan setiap saat dengan narapidana terorisme, berharap agar semua napi terorisme disatukan langsung di pusat deradikalisasi, hal tersebut merupakan masukan dan harapan dari banyak pegawai. Harapan pegawai lapas didasari beberapa alasan; pertama, terorisme merupakan kejahatan luar biasa, dengan demikian pola pembinaannya juga harus luar biasa; kedua, kapasitas daya tampung secara fisik semua narapidana tidak mencukupi, bahkan jauh dari angka rasional, bangunan lapas over kapasitas.
Ketiga, secara kuantitatif, sumber daya manusia untuk pegawai lapas jauh mencukupi dari standar yang seharusnya dimiliki Ditjen Pemasyarakatan; keempat, bila napi terorisme disatukan dalam satu blok, mereka akan reunian, maka makin kuatlah ideologi mereka untuk melawan pemerintah, dan menentang pegawai lapas. Namun bila dipisahkan dan berbaur dengan narapidana lainnya, maka proses radikalisasi justru akan terjadi secara massal. Hal ini dapat berupa penanaman doktrin jihad yang ektrem, penyebaran paham takfiri bagi narapidana lainnya, dll.
Berbeda halnya jika seluruh napi terorisme disatukan dalam pusat deradikalisasi, fokus pembinaan dan dialog secara intensif dengan mudah dapat dilaksanakan. Memang diakui bahwa proses reunian bisa dengan mudah dilaksanakan, namun setidaknya mereka tidak dapat melakukan radikalisasi kepada napi lainnya.
Ide dan usul penyatuan narapidana terorisme dalam pusat deradikalisasi memang masih jauh dari yang diharapkan, bercermin dari Saudi Arabia yang memiliki pusat deradikalisasi, Pemerintah Arab Saudi hanya menjadikan pusat deradikalisasi sebagai tempat transit dan menyiapkan para napi terorisme untuk melakukan proses pembinaan mental keagamaan, wawasan kebangsaan dan pembinaan kewirausahaan. Hal ini dilakukan sebelum mereka kembali ke masyarakat agar mereka dapat sadar dan berideologi yang benar sesuai dengan ideologi yang dianut pemerintah.
Jadi pada prinsipnya, pusat deradikalisasi merupakan wadah bagi narapidana terorisme yang sudah berubah mindset, ideologi, cara berpikir dan prilakunya. Sebelum berbaur kembali dengan masyarakat luas, mereka ‘mampir’ terlebih dahulu di pusat deradikalisasi dalam batas waktu yang ditentukan guna mengikuti program pembinaan dan pemberdayaan, agar setelah kembali ke masyarakat dan keluarga nanti mereka sudah tidak lagi mengalami gangguan ideology. Mereka juga telah memiliki jenis keterampilan yang dapat dikembangkan untuk menafkahi keluarganya.
Pada akhirnya, mereka akan sibuk berjihad mencari nafkah bagi keluarga dan anak anaknya, dan tidak akan ada lagi kisah ilusi akan perubahan ideologi dan dasar negara karena telah memahami jihad yang sesuai kitab suci Alquran, Semoga.