Cirebon – Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) soroti fenomena kaum perempuan yang tampil menjadi aktor dalam melakukan tindakan terorisme. Padahal sebelumnya kepolisian menduga hanya ikut saja tapi ternyata di luar duagaan dewasa ini menjadi perekrut, perancang bahkan menjadi eksekutor.
Dengan adanya radikalisme yang melibatkan perempuan dan anak ini, PTIK melakukan pengkajian secara ilmiah. Selasa (25/9), Tim Peneliti PTIK melakukan risetnya dengan melibatkan tokoh masyarakat, anggota TNI, Kejaksaan Negeri, Kepolisian, organisasi masyarakat (ormas) serta wartawan di aula rapat Polres Cirebon Kota.
Dalam penelitian itu, mereka yang hadir diminta mengisi kuisioner berisikan tentang pandangan masyarakat terkait tindak radikalisme dan keterlibatan perempuan dalam terorisme. Selain itu, undangan yang hadir diminta untuk menyampaikan pendapat dan masukkannya soal terorisme di Indonesia khususnya wilayah Kota Cirebon.
Ketua Tim Peneliti PTIK Kombes Jacobus Alexander Timisela mengatakan, penelitian dilakukan di beberapa Polda yakni Jawa Barat, Metro Jaya, Riau dan Jawa Timur.
“Di Cirebon, kami lakukan di Polres Cirebon Kota dan Polres Cirebon Kabupaten. Hasil penelitian akan dikaji secara ilmiah. Kira-kira apa yang mendorong faktor perempuan mulai tampil dalam aksi radikalisme. Dan hasil kajian ini nantinya akan diseminarkan pada tangga 30 Oktober 2018 mendatang di Kampus PTIK,” paparnya.
Kenapa Cirebon menjadi lokasi penelitian? Kombes Jacobus Alexander Timisela pun menjelaskan bahwa Kota dan Kabupaten Cirebon terdampak adanya kasus jaringan terorisme di Indonesia.
“Di Kota maupun Kabupaten Cirebon beberapa kali Densus 88 menangkap sejumlah orang anggota jaringan terorisme. Makanya, Cirebon menjadi pusat penelitian kami,” ujarnya.
Sementara itu Kapolres Cirebon Kota AKBP Roland Ronaldy mengungkapkan, upaya pencegahan terorisme tak dapat mengabaikan peran masyarakat luas dan lingkungan sosial.
“Kontribusi masyarakat sangatlah besar, baik dalam konteks memutus ideologisasi, mendeteksi keberadaan kelompok teroris, maupun dalam mengontrol tindak-tanduk jaringan kekerasan,” ungkapnya.
Bahkan, sambung AKBP Roland, masyarakat dan lingkungan sosial juga bisa berperan dalam upaya pencegahan dan pendeteksian dini terhadap potensi terorisme. Bahkan, perannya dapat dioptimalkan sebagai sarana melakukan upaya preventif dalam memutus rantai terorisme sampai ke akarnya.
“Lingkungan sosial yang acuh tak acuh terhadap kegiatan masyarakat bisa dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk menyemai dan menumbuh suburkan gerakannya,” imbuhnya.