Jakarta – Propaganda Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dengan mengatasnamakan agama dinilai hanya omong kosong belaka. Pasalnya, dalam segala tindakan yang mereka lakukan terutama kekerasan dan pembunuhan, semuanya menyalahi norma-norma luhur agama.
“Kita jangan sampai terkecoh dengan propaganda-propaganda seperti itu. Segala sepak terjangnya, ISIS sangat jauh menyimpang. Yang pasti gerakan ISIS ini adalah gerakan politik yang dibalut dengan nuansa agama. Jadi kita bangsa Indonesia harus bisa bersatu dengan memperkuat ideologi kita yaitu Pancasila, untuk membendung propaganda ISIS tersebut,” ujar Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu, Kamis (9/7/2015)
Masinton melanjutkan bahwa keberadaan ISIS ini memang tidak boleh di pandang sebelah mata. Apalagi terbukti telah banyak Warga Indonesia Indonesia (WNI) yang terkena bujuk rayu mereka untuk berperang di Suriah dan Irak. Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan sehingga harus ada upaya pencegahan dan penanggulangan yang terprogram.
“ISIS ini boleh dibilang licik dan pintar. Mereka menggunakan berbagai media canggih untuk melakukan propaganda. Mereka juga memiliki dana untuk melancarkan setiap aksinya. Jadi ini menjadi tantangan berat bagi kita bangsa Indonesia untuk memperkuat sendi-sendi kebangsaan dari rongrongan paham radikalisme yaitu ISIS,” terang Masinton.
Untuk itu, Masinton mendukung upaya-upaya dari berbagai lembaga terkait seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kepolisian dalam mengantisipasi dan mencegah penyebaran paham ISIS ini. Bahkan ia juga meminta agar upaya-upaya pencegahan baik itu berupa diskusi, dialog, dan sosialisasi tentang bahaya ISIS harus terus dilakukan di seluruh lapisan masyarakat Indonesia, agar mereka tidak memiliki celah menyebarkan pahamnya di Indonesia.
“Memang mereka berada di Timur Tengah sana. Tapi dari apa yang terjadi selama ini, tentunya kita harus sigap dan tegas dalam menghadapi bahaya ISIS,” tukas Masinton. Yang pasti, cara-cara kekerasan yang dilakukan ISIS itu sangat tidak berperikemanusiaan. Dan itu tentu saja sangat bertentangan dengan ideologi Pancasila yang menjadi panutan bangsa Indonesia.
Sementara guru besar sosiologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Prof Dr Bambang Pranowo sepakat bahwa paham radikalisme terutama ISIS bisa menjadi ‘racun’ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Untuk itu, perlu ada antisipasi, terutama dalam membendung paham ini yang menyasar para generasi muda.
“Dari kajian yang pernah saya lakukan, orang yang paling mudah terpengaruh dengan propaganda paham radikalisme ini di kisaran usia 21-29 tahun, dan paling tua masih dibawah 40 tahun. Intinya Intinya itu generasi muda karena pemuda itu rawan dari pengaruh-pengaruh paham radikalisme yang mengarah kepada terorisme. Untuk membendung ISIS, maka kita harus memperkuat pemahaman agama dan ideologi generasi muda kita,” ujarnya .
Menurutnya, cara yang paling efektif untuk mencegah agar generasi muda Indonesia ini tetap mencintai bangsanya agar tidak mudah terpengaruh paham radikalisme yakni dengan cara melakukan deideologisasi.
“Jadi masalahnya ada pada ideologi. Jadi jawabannya agar mereka tidak terpengaruh dengan paham radikal ya dengan melakukan deideologisasi artinya ideologi dilawan dengan ideologi,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Mathla’ul Anwar, Banten ini.