Jakarta – Upaya program deradikalisasi yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) selama ini merupakan upaya berkesinambungan yang bergerak multi-disiplin dan lintas sektoral antar berbagai kementerian/ lembaga (K/L) dan elemen masyarakat.
Hal tersebut dikatakan Kepala BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, dalam sambutannya yang dibacakan Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, MA, saat membuka acara Rapat Koordinasi (Rakor) dalam rangka pendampingan sasaran deradikalisasi di masyarakat yang digelar di BNPT bersama Kementerian Agama (Kemenag) yang berlangsung di salah satu hotel di Jakarta pada Senin (13/11/2017) malam.
“Kita bersyukur Kementerian Agama memiliki perhatian yang cukup besar di dalam upaya pembinaan bagi sasaran deradikalisasi. Di Kedeputian I salah satunya menaungi bidang deradikalisasi baik di dalam lembaga pemasyarakatan maupun di luar lembaga pemasyarakatan,” ujar Kepala BNPT.
Dijelaskan Kepala BNPT, dalam siklus deradikalisasi telah digambarkan bagaimana proses sasaran deradikalisasi menjalani tahapan deradikalisasi hingga berintegrasi kembali ke masyarakat. Dan diharapkan proses reintegrasi tersebut tidak banyak menemui kendala.
“Peran negara tentu tidak hanya sebagai pendorong atau katalisator saja, namun membangun motivasi dan upaya selanjutnya untuk maju dan berkembang secara lebih jauh ada di tangan bapak ibu sekalian,” katanya.
Dirinya berharap para penyuluh agama yang mengikuti program ini mendapatkan penguatan pengetahuan dan perbaharuan informasi terkait dengan pendampingan kepada sasaran deradikalisasi yang tersebar di 16 provinsi ini, “Sehingga kegiatan pendampingan yang akan dilakukan dapat berjalan lebih optimal, efektif dan efisien”.
Tidak lupa Kepala BNPT juga mengucapkan terima kasih kepada Dirjen Bimas Islam beserta jajarannya yang telah bekerja keras sehingga acara rakor ini dapat terselenggara dengan baik. Karena menurut Kepala BNPT kegiatan pendampingan ini merupakan kegiatan yang efektif untuk membantu melakukan reintegrasi sasaran deradikalisasi kembali kepada masyarakat.
“Konteks lokalitas dan juga kearifan lokal yang telah dimiliki oleh para penyuluh agama islam, saya kira menjadi poin utama dalam membantu sasaran deradikalisasi untuk kembali menjadi masyarakat yang moderat dengan resistensi yang minimal,” tuturnya.
Untuk itu Kepala BNPT juga berharap pendampingan ini dapat menjadi embrio bagi kementerian lain untuk berperan aktif dalam kegiatan deradikalisasi. “Dan ini merupakan langkah awal kita untuk terus bersinergi dan membangun komunikasi aktif dalam rangka kegiatan deradikalisasi,” ujarnya mengakhiri sambutannya.
Sementara Prof. Dr. Irfan Idris sendiri dalam sambutannya menambahkan bahwa kasus terorisme sendiri merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara. Karena terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan dan perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat sehingga perlu dilakukan penanggulangan secara berencana dan berkesinambungan sehingga hak asasi orang banyak dapat dilindungi dan dijunjung tinggi.
“Salah satu strategi penanggulangan terorisme di Indonesia adalah deradikalisasi. Secara sederhana, deradikalisasi dapat diartikan sebagai upaya penanganan terhadap individu/ kelompok radikal agar menjadi tidak radikal,” kata Prof Irfan.
Usaha ini menurutnya, ditujukan bagi mereka yang sudah terlibat kegiatan terorisme maupun masyarakat umum agar tidak tertular virus radikalisme dan terorisme. “Pelaksanaan program deradikalisasi ini secara khusus dimaksudkan untuk membuka dan merubah cakrawala berpikir yang semula fanatis sempit menjadi elegan dan berwawasan luas serta dapat menerima perbedaan,” ujarnya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, program deradikalisasi di Indonesia perlu melibatkan seluruh elemen yang ada, baik dari berbagai kementerian/ lembaga, organisasi kemasyarakatan, media massa, pihak swasta, keluarga dan lain sebagainya didasarkan pada pemikiran bahwa pemerintah dalam hal ini BNPT memiliki keterbatasan. “Keterbatasan yang dimaksud adalah terkait dengan hambatan internal maupun eksternal,” ujanrya.
Karena menurutnya, deradikalisasi di Indonesia memiliki sifat kekhasannya tersendiri dikarenakan memiliki unsur kearifan lokal yang melekat didalamnya. Karena deradikalisasi mengutamakan pendekatan secara kemanusiaan yang menyentuh jiwa masing-masing individu yang sudah terpapar paham radikal-terorisme tersebut.
“Hal ini sudah sesuai dengan nawacita dari bapak presiden kita, bahwa negara hadir untuk mendengarkan aspirasi setiap warganegara demi mencapai Indonesia yang aman, adil dan sejahtera,” ujarnya.
Untuk itu Direktorat Deradikalisasi yang dipimpinnya pada program deradikalisasi di luar lapas bersama kementerian dan pemerintah daerah terkait berupaya melakukan kerjasama untuk membina berbagai kategori sasaran deradikalisasi, yaitu mantan narapidana kasus terorisme, mantan teroris, keluarga dan jaringannya. “Semoga dengan rakor ini para pihak yang terlibat dapat membentuk pemahaman yang sama terkait upaya deradikalisasi,” ujarnya mengakhiri.