Jakarta – Efektifnya program deradikalisasi terhadap narapidana kasus terorisme (napiter) di berbagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan (Rutan) dan Balai Pemasyarakatan (Bapas) sangat bergantung pada proses yang terus berlanjut antara pihak-pihak terkait, baik dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) selaku koordinator, serta dari Kementerian/Lembaga (K/L) dan pihak-pihak lainnya.
Hal itu diungkapkan Direktur Deradikalisasi BNPT Prof. Dr. Irfan Idris, M.A dalam kegiatan Rapat Koordinasi Persiapan Pelaksanaan Program Deradikalisasi dan Persiapan Pembentukan Tim Deradikalisasi Tahun 2020. Acara yang dihadiri para perwakilan dari Lapas, Rutan dan Bapas se- Jabodetabek dan Nusa Kambangan ini digelar di Hotel Golden Boutique, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
“Deradikalisasi itu merupakan sebuah sistem berkelanjutan yang berjalan sepanjang waktu. Tidak hanya ketika BNPT berkunjung ke Lapas atau Rutan saja, tetapi harus terus berlanjut. Untuk itu kita disini mengajak Ditjen PAS (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan) bersama Kepolisian dalam hal ini Densus 88, kemudian Kejaksaan, Hakim, Ulama hingga Akademisi untuk terus berkoordinasi dan mensinergikan program deradikalisasi,” ungkap Prof Irfan Idris.
Lebih lanjut Prof Irfan menjelaskan, salah satu tantangan dalam program deradikalisasi adalah belum menyatunya persepsi dan acuan dari para pihak-pihak terkait. Hal ini tentunya perlu adanya penyelarasan dan pembahruan data-data dan materi dari para akademisi, sehingga nantinya akan didapat hasil yang bisa dijadikan acuan.
“Kita ingin selalu ada pembaharuan data, kita ingin pelibatan semua pihak baik itu psikolog, sosiolog, anthropolog, kemudian ada akademisi dari berbagai macam bidang keagamaan, apakah itu tafsir, hadist, sejarah dan lainnya. Sehingga nantinya akan nyambung dan bersatu materinya, sehingga nanti bisa kita siapkan acuannya,” ungkapnya.
Prof Irfan mengungkapkan, pelibatan akademisi dan narasumber lokal dalam proses deradikalisasi dinilai lebih maksimal. Hal ini mengingat akademisi dan narasumber lokal lebih mengerti dengan keadaan sekitar khususnya terhadap warga binaan kasus terorisme.
“Pelibatan akademisi kedepan kita akan mengutamakan akademisi dan narasumber lokal. Kenapa? Karena mereka lebih mengerti keadaannya, begitu juga ahli agama, agar berkelanjutan, kalau kita datangkan dari Jakarta, ya paling hanya beberapa hari saja, kalau akademisi lokal bisa terus berlanjut,” ungkapnya.
Prof Irfan pun berharap dalam rapat koordinasi kali ini akan didapatkan hasil yang diingingkan, sehingga nantinya akan dijadikan acuan dalam rakor-rakor selanjutnya.
“Mudah-mudahan rakor kali ini bisa menghasilkan output dan outcome yang bisa kita gunakan, sehingga nantinya akan kita selenggarakan juga untuk Lapas, Bapas atau Rutan lainnya, tentu saja nanti akan lihat mana yang kita prioritaskan terlebih dahulu” katanya mengakhiri.