Jakarta – Pelaksanaan Presidensi G20 yang digelar pada tanggal 15 – 16 November 2022 di Bali berlangsung sukses. Hal ini sejatinya menjadi kesuksesan bersama seluruh rakyat Indonesia yang mampu berkomitmen dan memiliki kesadaran akan pentingnya menciptakan rasa aman dan nyaman bagi semua pihak demi mendorong terwujudnya perdamaian.
Hal itu juga diutarakan oleh Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Trubus Rahardiansyah, SH, MH, MS, dirinya menilai perhelatan G20 yang berjalan sukses dan aman dari segala ancaman baik luar dan dalam negeri, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah pada tataran sebagai bangsa yang memiliki kesadaran akan pentingnya perdamaian.
“Kesuksesan G20 telah menyadarkan kita tentang pentingnya perdamaian. Sesuai dengan konstitusi Undang Undang Dasar (UUD) 1945 kita, sudah bisa dilaksanakan, karena negara Indonesia ini sudah menjadi leader bagi negara negara lain dan sebagai model atau teladan bagi negara-negara lain untuk memprioritaskan mengenai perdamaian dunia,” ujar Dr. Trubus Rahardiansyah di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Dirinya melanjutkan, stabilitas dan kondisi di dalam negeri dalam lingkup masyarakat selama gelaran G20 yang aman dari kegaduhan hoax serta narasi radikalisme, juga menjadi gambaran bagaimana kondisi masyarakat saat ini, yang lebih terbuka terhadap informasi dan cerdas dalam menggunakan kemampuan teknologi informasi.
“Jadi radikalisme pun juga menurun karena masyarakat saat ini lebih bisa menerima yang mana rasionalitasnya lebih tinggi (informasi), tidak kemudian pada tataran yang sikap-sikap yang intoleran, sikap-sikap yang memusuhi terhadap yang lainnya. Masyarakat kita jadi lebih terbuka wawasannya,” kata Trubus.
Pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Himpunan Bina Mualaf Indonesia (Sekjen HBMI) ini, juga menyebut perhelatan G20 yang bersamaan dengan jatuhnya Hari Toleransi Dunia pada 16 November 2022 lalu juga memiliki korelasi yang positif. Hal ini didasari oleh kehadiran para kepala negara, yang sama sekali tidak menunjukkan sikap saling memusuhi ditengah panasnya situasi geopolitik.
”Kalau kita lihat kemarin sikap toleransinya sudah sangat tinggi dan terbangun. Dan masing- masing negara juga memberikan tidak hanya sikap, tetapi juga komitmen-komitmen yang di mana kemudian dapat membangun tatanan dunia yang lebih baik ke depannya,” ucap Ketua Yayasan Kesatuan Masyarakat Madani Indonesia (KMMI) ini..
Kedua, Trubus juga mengamati bahwa gambaran toleransi yang ditunjukkan oleh para pemimpin dunia, sangat sesuai dengan nilai toleransi yang didefinisikan dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Dimana perbedaan bukanlah suatu hambatan, namun mampu dijadikan sebagai batu loncatan untuk membangun toleransi ke tingkat yang lebih tinggi.
”Yang ketiga, toleransi ini dimaknai lebih luas lagi ketika ada dua negara yang berperang ya kita saling memberikan solusi dan support. Jadi ini makna toleransinya lebih diperluas lebih jauh dari yang berkembang di publik. Tetapi saya melihat, mendekati konsep yang ditekankan di dalam Pancasila itu,” ujar pria yang juga merupakan Kepala Pusat Kajian kebijakan Publik Universitas Trisakti ini.
Untuk itu, pria yang meraih gelar Doktoral bidang Ilmu Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia ini menekankan pentingnya masyarakat untuk bisa terus mempertahankan kondisi sosial yang ada saat ini, tidak hanya dalam momen gelaran G20, namun mampu berkelanjutan.
”Tentunya, kita harus membangun sinergitas kolaboratif antara pemerintah dan publik atau masyarakat yang bagaimana kemudian sosialisasi, edukasi dan komunikasi publik yang baik akan melahirkan suatu kesamaan dalam mengambil sikap. Karena situasi ke depan itu penuh ketidakpastian,” ucap pria kelahiran Purworejo, 12 Januari 1969 silam ini.
Pasalnya, pria yang juga Koordinator Gugus Tugas Pemuka Agama BNPT perwakilan dari HBMI ini menilai, target perubahan tersebut menurutnya memerlukan kekompakan, integrasi, sinergitas dan penyatuan langkah untuk menyongsong perubahan-perubahan. Hal itulah yang menurutnya perlu untuk terus ditekankan kepada semua pihak, khusunya anak muda.
”Penting juga untuk membangun kesadaran di tingkat anak muda. Saya minta kepada pemerintah dalam hal ini BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan lembaga-lembaga terkait lainnya untuk memberikan edukasi kepada anak-anak ini atau mahasiswa, untuk bisa memberikan pemahaman tentang baik dari sisi kebangsaan, nasionalisme, toleransi terhadap berbagai perbedaan itu,” tuturnya.
Selain itu menurutnya, hal tersebut sebagai upaya bagaimana para generasi muda ini juga bisa menghormati terhadap budaya lokal dan juga bagaimana mereka juga dapat menjunjung perbedaan-perbedaan itu sebagai sebuah keniscayaan yang harus sama-sama dijunjung dalam NKRI yaitu melalui nilai Bhinneka Tunggal Ika.
“Serta, dalam dunia pendidikan termasuk juga pesantren untuk masuk dan memberikan pencerahan terkait dengan visi-visi kebangsaan dan bernegara bagaimana 2045 nanti saat Indonesia menjadi Indonesia emas,” kata Trubus mengakhiri.