Sydney – Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi keterlibatan aktif negara Australia dan ASEAN dalam memerangi ancaman terorisme. Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi ketika menyampaikan pidatonya dalam Sidang Pleno ASEAN-Australia Special Summit 2018 yang berlangsung di International Convention Centre, Sydney, pada Minggu (18/3/2018).
“Saya ingin menyampaikan apresiasi kepada Australia atas upaya memajukan kerja sama counter-terrorism dengan ASEAN. Kerja sama di bidang counter-terrorism menjadi perhatian semua negara. Hal ini sangat dapat dipahami mengingat sampai saat ini ancaman terorisme tidak berkurang, termasuk di kawasan kita,” kata Presiden dalam siaran pers yang dikirim Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Kerjasama sub-regional pasca-Marawi yang digagas oleh Indonesia dan Australia bersama dengan Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam dan Selandia Baru disebut Presiden Jokowi sebagai satu contoh kerja sama yang cepat dan efektif. “Kerja sama ini merupakan kerja sama yang sangat praktis dan hasilnya langsung dapat dirasakan,” lanjut Presiden Jokowi.
Presiden juga menyambut baik penandatanganan nota kesepahaman “ASEAN-Australia MoU on Cooperation to Counter International Terrrorism”. Nota kesepahaman ini menurut Presiden Jokowi akan menjadi penguat upaya memerangi ancaman terorisme. “Dari observasi saya, MoU ini menekankan keseimbangan antara pendekatan keras dan lunak,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Menurut Presiden, pendekatan keras (hard approach) saja tidak cukup untuk mengatasi ancaman terorisme dan radikalisme. Untuk itulah perlu diimbangi dengan pendekatan lunak (soft approach). Untuk pendekatan keras, Presiden mengatakan bahwa Indonesia memandang salah satu hal yang sangat penting adalah kapasitas preventif.
“Kegagalan pencegahan tidak saja akan menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian besar lainnya, namun juga memicu reaksi eksesif yang tidak perlu terjadi. Oleh karena itu, kerja sama pengembangan kapasitas pencegahan terjadinya serangan perlu terus ditingkatkan,” lanjut Presiden.
Sementara itu, untuk pendekatan lunak Presiden membagi pengalaman mengenai upaya deradikalisasi dan kontra radikalisasi di Indonesia yang out of the box. Salah satu contohnya adalah pelibatan para mantan narapidana terorisme yang sudah insaf dalam upaya mencegah membesarnya ancaman radikalisme dan terorisme. Para mantan narapidana terorisme ini juga difasilitasi untuk bertemu dengan keluarga korban.
“Para mantan narapidana teroris tersebut saat ini membantu pemerintah dalam menyebarluaskan nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Mereka telah menjadi agen penyebaran toleransi dan nilai perdamaian. Dengan bantuan para mantan narapidana ini keluarga dan lingkungan mereka justru lebih mudah diubah menjadi lingkungan yang toleran dan damai,” kata mantan Walikota Surakarta ini.
Dalam penutup pidatonya, Presiden juga mengatakan bahwa Indonesia memiliki dua organisasi Islam yang besar yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah yang bekerjasama dan sangat membantu pemerintah dalam menyebarkan nilai toleransi dan perdamaian. Selain itu, khusus untuk kontra-radikalisasi, Presiden menyoroti pentingnya pelibatan para anak muda millennial. Menurutnya, para anak muda ini telah menjadi “duta-damai” yang efektif karena mereka menggunakan bahasa yang dipahami oleh generasinya.
“Terakhir, saya berharap kerja sama untuk pemberantasan radikalisme dan terorisme akan dapat terus ditingkatkan, baik melalui pendekatan keras maupun pendekatan lunak. Indonesia siap berkontribusi,” ucap Presiden.