Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan negara-negara yang sedang mengalami gangguan keamanan serius serta daerah konflik, menjadi indikasi sumber pendanaan dan penyaluran dana terorisme, baik itu masuk atau ke luar Indonesia.
Hal itu berdasarkan hasil penilaian risiko Tindak Pidana Pendanaan Terorisme tahun 2021, dilihat dari peta risiko luar negeri terhadap pendanaan terorisme.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan jaringan teroris pada dasarnya mendapatkan dana dari cara-cara legal maupun ilegal, baik melalui penggalangan dana yang sifatnya digital, transfer, ataupun melalui penggalangan dana tunai seperti sumbangan dan kotak amal.
“Metode pendanaan terorisme yang dilakukan dapat lewat penggunaan korporasi/perusahaan, perdagangan obat-obat terlarang, asset virtual, pinjaman online dan aktivitas kelompok kriminal bersenjata,” ujar Dian dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/8/2021).
Data statistik Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) periode tahun 2016 hingga Mei 2021 mencatat, ada total 4.093 LTKM yang terkait Pendanaan Terorisme, serta 172 hasil analisis dan informasi terkait Pendanaan Terorisme yang disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait.
Dian juga menjelaskan, pendanaan terorisme ini memerlukan sebuah pendekatan yang agak berbeda dibandingkan dengan pencucian uang seperti jumlah nominalnya yang cenderung dipecah.
Oleh karena itu, dalam pengungkapannya, kata Dian, perlu pendalaman lebih yang membutuhkan peran dari kawan-kawan Kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), dan lembaga lainnya agar lebih jelas.
PPATK bekerja sama dengan sejumlah lembaga terkait akan selalu bersinergi dalam hal pertukaran informasi, terutama terkait penelusuran dana yang berpotensi mengarah kepada pendanaan kelompok terorisme.
Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa PPATK secara rutin berkoordinasi dengan beberapa pihak seperti Kepolisian, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), BIN, pihak pelapor, dan sejumlah lembaga lainnya, termasuk mitra kerja yang ada di luar negeri.
Sinergi lintas lembaga tersebut, menurutnya, mutlak dibutuhkan dalam upaya untuk mengantisipasi segala kegiatan yang berpotensi mengarah pada aktivitas terorisme. Terutama pertukaran informasi terkait pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan aktivitas terorisme baik itu berupa dukungan simpatisan maupun pendanaan yang terjadi di Indonesia.
“Untuk tidak menimbulkan isu yang tidak benar dan kontraproduktif, saat ini PPATK sedang membicarakan penanganan sumbangan sosial-keagamaan agar semakin optimal, dan dalam waktu bersamaan menghindari eksploitasi sentimen masyarakat untuk kegiatan yang melawan hukum,” kata Dian.