Jakarta – Sepanjang Januari-Oktober 2023, sebanyak Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan telah menghentikan
transaksi di 1.914 rekening keuangan yang diduga terkait dengan tindak
pidana pencucian uang dan terorisme.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menjelaskan penghentian transaksi
tersebut diperlukan untuk mengamankan hasil tindak pidana pencucian
uang agar tidak disalahgunakan oknum tertentu.
“Maka kemudian, ada penghentian transaksi mulai saat teman-teman
aparat Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
menganalisis kejahatan pencucian uang, untuk kemudian dianalisis,”
kata Ivan dalam acara “Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas
Batas Negara” di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Adapun nilai rekening yang transaksinya dihentikan sepanjang
Januari-Oktober 2023 mencapai Rp 530,23 miliar. Langkah ini, karena
PPATK menjadi pengamanan dan penyelamatan aset hasil tindak pidana
menunjukkan proses yang transparan dan akuntabel dalam penegakan hukum
di Indonesia.
“Tindakan administratif ini dilakukan terhadap transaksi atau rekening
yang berdasarkan analisis dan pemeriksaan yang dilakukan oleh PPATK
terindikasi dengan aktivitas kejahatan atau pelanggaran,” kata Ivan.
PPATK akan melanjutkan penghentian sementara transaksi atau aktivitas
rekening yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, narkotika,
kejahatan lingkungan, dan investasi lingkungan.
“Optimalisasi kewenangan PPATK ini tidak terbatas pada
kejahatan-kejahatan konvensional, tetapi termasuk juga kejahatan yang
memanfaatkan IT sebagai enabler termasuk pencegahan money politic yang
berpotensi terjadi pada pesta demokrasi tahun 2024 yang saat ini
tengah berlangsung,” jelas Ivan.
Adapun hasil tindak pidana yang ditempatkan atau dipindahkan melalui
sektor jasa keuangan, lanjut Ivan, terus mengalami peningkatan.
Tercatat periode 2016 sampai 2021, PPATK telah membuat 297 hasil
analisis yang melibatkan 1.315 entitas dengan nominal transaksi yang
diduga terkait dengan tindak pidana mencapai Rp 38 triliun. “PPATK
juga membuat 11 hasil pemeriksaan yang melibatkan 24 entitas dengan
nilai Rp 221 triliun,” ujarnya.