Jakarta – Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan sejumlah modus aliran pendanaan terhadap jaringan terorisme. Aliran pendanaan untuk jaringan terorisme biasanya dilakukan secara bertahap, mulai dari pengumpulan dana, pemindahan, hingga tahap penggunaan.
Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah menyebut berdasarkan modusnya para pelaku terorisme kerap mengumpulkan dana yang berasal dari sponsor pribadi seperti terrorist financier atau fundraiser. Pengumpulan dana juga dilakukan dengan menyalahgunakan sumbangan masyarakat yang dilakukan ormas tertentu dan melalui usaha bisnis yang sah.
“Pada tahap pemindahan dana, modus berupa: melalui penyedia jasa keuangan, pembawaan uang tunai lintas batas, dan menggunakan metode pembayaran baru,” ujar Natsir dikutip dari laman CNNIndonesia.com, Rabu (14/6/2023).
Pada tahap penggunaan dana, Natsir menyebut banyak digunakan untuk pembelian, pelatihan, dan penggunaan senjata dan bahan peledak, serta untuk pembiayaan perjalanan pelaku terorisme.
Berdasarkan lokasinya, kata dia, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah menjadi wilayah berisiko tinggi terkait pendanaan terorisme. Sementara untuk Provinsi Sulawesi Tengah, Papua, Banten dan Papua Barat menjadi wilayah dengan risiko menengah terkait aksi pendanaan terorisme.
“Profil pelaku pendanaan terorisme yang berisiko adalah: pengusaha atau wiraswasta, pegawai swasta, dan pedagang,” jelasnya.
Lebih lanjut, Natsir menuturkan dengan perkembangan teknologi yang ada, kelompok-kelompok teroris juga terus berupaya mencari cara pendanaan baru yang cenderung sulit untuk dideteksi dan dilacak. Antara lain pendanaan yang menggunakan atau menyalahgunakan korporasi/badan hukum, obat-obatan terlarang, aset virtual, pinjaman online, dan aktivitas kelompok kriminal bersenjata di dalam negeri.
Sebelumnya, Menko Polhukam sekaligus Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD menyebut terdapat transaksi mencurigakan miliaran rupiah untuk pembiayaan terorisme di Indonesia melalui modus memesan produk sajadah. Transaksi mencurigakan ini terendus oleh PPATK.
Mahfud tak merinci dugaan aliran dana miliaran untuk kegiatan terorisme itu mengalir kelompok mana. Namun, ia mengatakan dana itu salah satunya mengalir untuk perakitan bom dengan modus pembelian sajadah.