Batam – Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menjadi salah satu provinsi
dengan potensi risiko tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak
pidana pendanaan terorisme (TPPT) tertinggi, imbas lokasinya yang
berada di perbatasan Indonesia. Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri
menyebut perlu kolaborasi antara pihak terkait untuk meminimalisir dua
hal tersebut.
“Jumlah penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
(KUPVA-BB), serta Penyedia Jasa Pembayaran Layanan Remitansi (PJP-LR)
di Kepri terbanyak kedua secara nasional, di bawah Jakarta. Jumlahnya
yakni KUPVA-BB sebanyak 115 kantor, dan PJP-LR sebanyak 60 lembaga,”
kata Kepala BI Perwakilan Kepri, Suryono, di Hotel Marriot Harbour Bay
usai acara Pertemuan KUPVA-BB dan Layanan Remitansi Tahun 2023, Jumat
(10/11/2023).
Karena potensi TPPU dan TPPT yang cukup tinggi, maka pihak BI akan
terus menggandeng stakeholder terkait, seperti pemerintah, pelaku
usaha, aparat penegak hukum dan juga masyarakat.
“Sekarang sanksinya jelas, selain berupa teguran tertulis,
administrasi dan denda, ada juga sanksi hukuman penjara. Jadi kami
sangat berharap menjelang Pesta Demokrasi 2024, semuanya berjalan baik
dan tidak ada pelanggaran,” ujar Suryono.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Doni Primanto Joewono mengatakan
posisi Kepri yang berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga,
membuat risiko TPPU dan TPPT masih tergolong menengah hingga tinggi.
Dengan demikian, ia mengapresiasi BI Kepri yang telah menggelar
pertemuan bersama para penyelenggara KUPVA BB serta PJP LR. Pertemuan
ini diharapkan menciptakan koordinasi dan sinergi yang tepat sasaran
dalam pencegahan TPPU dan TPPT.
“Diperlukan pemahaman dan saling koordinasi antara Bank Indonesia,
bersama PPATK, aparat penegak hukum, asosiasi KUPVA BB dan Layanan
Remitansi, serta pihak lainnya,” ujar Doni.
Doni menilai kolaborasi antara berbagai macam stakeholder terkait akan
mampu menciptakan situasi kondusif terkait transaksi KUPVA-BB dan
layanan remitansi, terutama menjelang pemilu.