Potensi Radikalisme Harus Tetap Diwaspadai di Tengah Penanganan Corona

Jakarta – Dalam situasi penanganan virus corona atau Covid-19, pemerintah diminta untuk waspada dan tegas terhadap ancaman serius lain yaitu radikalisme. Disayangkan di tengah wabah Covid-19, isu-isu yang mengarah kepada gerakan radikalisme yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara terlihat terus bermunculan. Ancamannya, bahkan menyasar ke semua elemen, termasuk kalangan milenial.

“Covid-19 justru dijadikan peluang bagi gerakan radikalisme membangun dan memperkuat sentimen negatif atau ketidakpercayaan publik kepada pemerintah, menebar berita-berita hoaks terkait kegagalan negara dalam penanganan Covid-19. Ini sangat berbahaya,” kata Wakil Sekretaris Pemuda Pejuang Bravo-5, Reaky Prima Tuanany, dikutip beritasatu.com, Selasa (31/3).

Rezky menyampaikan itu dalam diskusi yang digelar Lembaga Kajian Dialektika melalui virtual group discussion dengan tema Mewaspadai Paham Radikalisme dan Perilakunya di Era Milenial. Selain Rezky, tampil sebagai nara sumber Muhammad Khutub (Direktur Lembaga Kajian Dialektika), Arif Rosyid (Sekjen Dewan Masjid Indonesia/DMI), Waode Zainab ZT (kandidat Phd Al Musthofa International University, Iran), Zuhad Aji Firmantoro (mantan Ketum PB HMI MPO).

Di tengah wabah Covid-19, seharusnya masyarakat dan pemerintah bersatu serta bekerja sama untuk menangani ancaman penyebaran dan dampak-dampaknya. Namun, tambah Rezky, di ruang-ruang publik terlihat munculnya berbagai hoaks dan serangan politik, yang arahnya lebih bertujuan mendegradasi pemerintahan yang sah.

Sangat disayangkan jika ada kalangan tertentu memanfaatkan wabah Covid-19 dengan membangun gerakan bernuansa politis yang mengancam kehidupan bernegara, berbangsa, dan beragama. Rezky menegaskan ormas Pemuda Pejuang Bravo-5 mendukung langkah yang diambil pemerintahan dalam menyelesaikan persoalan bangsa ini.

Sementara itu, Waode menyampaikan di Islam, gerakan radikalisme itu memang sudah ada dari sejak masa sahabat. Di mana, saat itu sudah muncul jargon la hukma ilallah (tidak ada hukum selain hukum Allah). Slogan ini kemudian digunakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan melakukan gerakan radikalisme.

Arif Rosyid menilai masjid sebenarnya bukanlah tempat bersarangnya gerakan radikalisme. Radikalisme justru tumbuh subur di luar masjid kalaupun ada paling-paling tidak lebih dari satu persen. Diimbau kepada umat Islam agar jangan terjebak kepada perbedaan-perbedaan yang memecah belah bangsa.