Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan terorisme tak ada hubungannya dengan agama. Penegasan itu disampaikan MUI untuk menanggapi penggeledahan yang dilakukan Densus 88 Antiteror Mabes Polri di Pondok Pesantren (Ponpes) Ibnul Qoyyim, Sleman, Yogyakarta.
Penggeledahan itu adalah bagian dari gerak cepat Densus 88 melakukan operasi penangkapan terduga teroris pasca dua aksi terorisme beruntun yaitu bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar dan penyerangan Mabes Polri.
“Tindakan terorisme tidak ada hubungannnya dengan ajaran agama manapun. Jika menuduh kelompok agama tertentu akan semakin rumit menyelesaikan masalah terorisme,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Amirsyah Tambunan dalam keterangannya, Sabtu (3/4/2021).
Amirsyah menambahkan, saat ini yang menjadi masalah adalah kompleksnya persoalan terorisme baik di Indonesia maupun di dunia internasional. Ia menyontohkan aksi terorisme dengan penembakan massal yang terjadi di El Paso, Texas, pada Minggu (4/8/2019) lalu diselidiki sebagai kasus serangan teroris domestik oleh para pejabat federal Amerika. Serangan yang menewaskan 22 orang itu telah memperbarui perdebatan tentang bagaimana melawan teroris domestik di Amerika.
Lebih lanjut, Amirsyah meminta kepada semua pihak untuk tidak menyederhanakan masalah terorisme di Indonesia hanya melalui atributnya saja. Dia meminta tak ada tudingan yang mengaitkan orang yang cara berpakaian tertentu dengan kelompok terorisme.
“Dengan kasus ini jangan menyederhanakan masalah penanganan terorisme di Indonesia hanya dengan menuduh pakai cadar, celana cingkrak, jenggot, ini justru memperkeruh masalah. Lagi-lagi ini tuduhan yang tak berdasar. Oleh sebab itu semua pihak di masyarakat jangan terkecoh melihat masalah terorisme di permukaan saja,” ucapnya.
Menurutnya, penanganan terorisme harus dilakukan secara komperhensif. Pada kesempatan yang sama, Amirsyah meminta aksi teror yang belakangan marak terjadi untuk segera diakhiri.
“Oleh sebab itu masalah terorisme membutuhkan penanganan yang komprehensif dan integral serta ekstra hati-hati, baik ekstremisme kiri dalam bentuk liberalisme-sekularisme maupun kanan dalam bentuk menyalahgunakan agama untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Oleh sebab itu munculnya kelompok yang akan menebarkan ketakutan seperti gerakan terorisme akhir-akhir ini harus segera diakhiri,” ungkapnya.
Dia meminta penanganan terorisme tak hanya dilakukan dengan pendekatan penindakan hukum. Dia meminta ada pendekatan soft approach yang melakukan pembinaan dari hulu hingga hilir terhadap terduga teroris.