Jakarta – Prof (Ris) Hermawan Sulistyo, MA, PhD, APU, Kepala Pusat Pengkajian Keamanan Nasional (Puskamnas) Universitas Bhayangkara Jakarta Raya mengatakan, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) masih terjepit dalam kasus penanganan teroris karena hukum yang masih compang-camping.
“Sebagai instrumen utama negara dalam hal keamanan dan ketertiban umum, Polri juga masih terseok-seok mengejar ketertinggalan, mulai dari sisi anggaran, kualitas SDM, keutamaan hukum (primacy of law). Polri pun belum bisa memberi keadilan yang didambakan masyarakat bahkan oleh negara, akibat wajah hukum yang compang-camping itu,” kata Hermawan.
Dikatakan, Polri harus beranjak pada situasi semasa (kontemorer). Respon semasa ini dan harus melampaui (beyond) koridor klasik tentang HAM. Polisi sudah harus melangkah ke situasi pasca HAM, yakni penghormatan dan penghargaan pada hak-hak yang diatur dalam kovenan ecosoc (hak-hak sipil dan ekonomi yg melampaui isu-isu HAM).
Hal itu dikatakan Hermawan Sulistyo usai acara Commencement National Security Studies Program (Wisuda Sekolah Kamnas Angkatan II) dan Seminar National Terorisme dan Kontra Terorisme di Indonesia yang diselenggarakan Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, kemarin.
Dijelaskan, dalam kondisi ini, Polri berada dalam posisi terjepit terutama kasus-kasus kejahatan yang ekstrem seperti terorisme. Begitu juga dalam kasus-kasus yang payung hukumnya belum memadai seperti ujaran kebencian. Padahal, perkembangan lingkungan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berlangsung sangat pesat di mana negara-negara mengalami kontraksi dan ekspansi.
Dia mencontohkan, ketika Uni Soviet mengalami balkanisasi dan akhirnya luruh sebagai negara konfederasi pada dekade 1980-an banyak yang memperkirakan terjadi kontraksi serupa termasuk di Indonesia. Di sisi lain, negara-negara mengalami ekspansi menyatukan negara-negara ke dalam entitas kawasan sehingga melunturkan demarkasi kedaulatan negara bangsa.
“Mari kita lihat, peluruhan kedaulatan negara bangsa negara-negara di Timur Tengah akibat terjadinya situasi failed status atau negara-negara gagal, menyebabkan tumbuh kembangnya terorisme international, dan berdampak langsung pada Indonesia,” jelas Hermawan.
Secara terpisah, hal serupa juga diungkapkan Ketua Kamnas Maksum Zuber. Dia mengataan, dalam waktu dekat, tepatnya 20 Mei 2017, Rumah Kamnas sebagai wadah perkumpulan alumni sekolah Kamnas akan melaksanakan ‘pelatihan kader keamanan’ di Kabupaten Bekasi.
Rumah Kamnas akan mencetak kader keamanan di beberapa daerah di Indonesia, tahap awal akan diutamakan daerah-daerah penyangga Ibukota yakni Bekasi, Depok, Bogor dan Tangerang.
“Kegiatan pelatihan kader keamanan dimaksudkan agar masyarakat peduli lingkungan yang aman, meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap polmas, siskamling dan yang terpenting masyarakat dapat melakukan deteksi dini terhadap kejahatan dilingkungan masing-masing,” kata Maksum.
Kegiatan pelatihan kader keamanan rencanya akan diikuti sekitar 75 orang terdiri dari berbagai utusan ; ormas pemuda, mahasiswa, karangtaruna, tokoh masyarakat, pondok pesantren, pramuka, Satpol PP, awak media. “Rumah Kamnas telah menyiapkan instruktur dan pakar dalam bidang Kamnas,” pungkasnya.