Polri Diharapkan Tingkatkan Keadaban Dengan Perkuat Nilai-Nilai Pancasila

Jakarta – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) diharapkan terus
meningatkan keadaban dengan memperkuat nilai-nilai Pancasila dalam
berbagai tindakan pengamanan masyarakat. Itu penting agar berharap
kepuasan masyarakat terhadap Polri yang tinggi harus menjadi momentum
untuk terus meningkatkan keadaban kepolisian.

Harapan itu disampaikan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan
Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo.
Menurutnya, keadaban ini bukan sekadar tentang membangun citra
positif, melainkan bagaimana polisi bisa mewujudkan nilai-nilai
Pancasila sebagaimana dicita-citakan oleh Bung Karno.

“Dengan berbagai tantangan di era digital dan kemajuan teknologi
informasi, kita perlu merenungkan kembali peran kepolisian yang lebih
humanis dalam menghadapi kejahatan non-konvensional seperti kasus Vina
di Cirebon dan kasus-kasus kekerasan lainnya. Polri harus dibangun
tidak hanya untuk menjaga keamanan tetapi juga untuk melindungi dan
mengayomi rakyat Indonesia dengan pendekatan yang persuasif,” kata
Romo Benny dalam keterangan resminya, Minggu (14/7)/2024).

Ia mengungkapkan, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang ditandatangani
Megawati Soekarnoputri pada tanggal 8 Februari 2002, menjadi landasan
penting bagi kemandirian Polri. Undang-undang ini menegaskan bahwa
Polri terpisah dari ABRI, yang memberikan kesempatan bagi Polri untuk
lebih profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai pemelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, serta pelindung dan
pelayan masyarakat.

Pemisahan ini, imbuhnya, memberikan peluang bagi Polri untuk
mengembangkan paradigma baru dalam pendekatan pemeliharaan ketertiban
umum, sesuai dengan amanat undang-undang. Upaya Megawati dalam
memisahkan TNI dan Polri harus menjadi dasar bagi pembangunan keadaban
kepolisian.

“Polri masa depan harus bertugas menjadi penjaga, pemelihara, dan
pemberi kepastian hukum kepada masyarakat. Pendekatan yang bersifat
represif, yang hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas, harus
ditinggalkan. Kepolisian harus mengambil jarak dari kepentingan
politik sesaat, terutama menjelang pemilihan kepala daerah serentak
unyuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota,” terangnya.

“Kepolisian harus kembali kepada rohnya, yaitu dekat dengan nadi
masyarakat. Bung Karno pernah mengatakan bahwa kepolisian harus
mendengar aspirasi rakyat, turut terlibat dalam suka dan duka, serta
kecemasan masyarakat. Kepolisian tidak hanya perlu memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam menjaga ketertiban umum (logos) dan
kinerja yang lebih efisien dan bersih dari kepentingan KKN (etos),
tetapi juga harus memiliki rasa empati (pathos),” sambungnya.

Pathos ini adalah kemampuan untuk merasakan derita rakyat sebagai
derita mereka sendiri. Dengan memiliki keadaban, kepolisian dapat
berpikir, bertindak, bernalar, dan berelasi dengan baik. Keadaban ini
mencakup keutamaan seorang polisi dalam mengembalikan jiwa bayangkara
di dalam hati nuraninya. Polisi masa depan dituntut untuk memiliki
mindset baru dalam pendekatan keamanan yang lebih humanis, memberikan
kepastian hukum, melindungi yang lemah, dan tidak mudah diintervensi
oleh kepentingan politik sesaat.

Menurutnya lagi, kepolisian harus bisa menjaga rasa kedamaian,
kenetralan, dan keadilan dalam masyarakat. Ini penting, terutama dalam
mempersiapkan pilkada secara langsung. Ketika polisi kembali kepada
keadabannya, mereka akan mampu menjaga ketertiban dengan lebih baik.
Masyarakat akan merasakan perlindungan yang nyata dari polisi, bukan
sekadar citra yang dibangun di permukaan. Era digital membawa
tantangan baru bagi kepolisian.

“Kejahatan nonkonvensional seperti cybercrime, human trafficking, dan
kejahatan lainnya yang memanfaatkan teknologi informasi semakin marak.
Kasus-kasus seperti yang dialami oleh Vina di Cirebon, Afif Maulana di
Padang serta berbagai kekerasan terhadap anak menunjukkan bahwa
kejahatan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga
menjangkau wilayah yang lebih luas,” katanya.

“Oleh karena itu, kepolisian harus meningkatkan kapasitas dan
kapabilitasnya dalam menghadapi tantangan ini. Peningkatan kapasitas
ini mencakup pelatihan dan pendidikan yang terus-menerus bagi anggota
kepolisian agar mereka mampu mengikuti perkembangan teknologi. Selain
itu, perlu adanya kerja sama yang erat antara kepolisian dengan
berbagai instansi dan masyarakat untuk memerangi kejahatan ini.
Kepolisian juga harus aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat
tentang bahaya kejahatan di era digital dan cara pencegahannya,” papar
Romo Benny..

Lebih jauh disampaikannya, pendekatan yang lebih humanis harus menjadi
dasar dalam setiap tindakan kepolisian. Ini berarti polisi harus
mengedepankan dialog dan pendekatan persuasif dalam menyelesaikan
masalah. Kekerasan dan tindakan represif hanya akan menciptakan jarak
antara polisi dan masyarakat.

Sebaliknya, dengan pendekatan yang humanis, masyarakat akan merasa
lebih dihargai dan dilindungi. Polisi juga harus lebih aktif dalam
mendengar aspirasi masyarakat. Mereka harus hadir di tengah-tengah
masyarakat, bukan hanya saat terjadi masalah, tetapi juga dalam
kegiatan sehari-hari.

Ia menegaskan bahwa kehadiran polisi yang aktif di masyarakat akan
membangun rasa kepercayaan dan keamanan. Masyarakat akan melihat
polisi sebagai bagian dari solusi, bukan sebagai ancaman. Penegakan
hukum yang adil dan tidak diskriminatif adalah salah satu aspek
penting dari keadaban kepolisian.

Ia menilai hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Tidak boleh ada
perlakuan yang berbeda antara masyarakat biasa dan mereka yang
memiliki kekuasaan atau kekayaan. Polisi harus berani menindak
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh siapa pun, termasuk oleh mereka
yang berada di posisi kekuasaan.

“Keberanian dalam menegakkan hukum ini harus didukung oleh sistem yang
transparan dan akuntabel. Proses penegakan hukum harus bisa diawasi
oleh masyarakat dan bebas dari intervensi. Dengan demikian, masyarakat
akan merasa yakin bahwa hukum benar-benar ditegakkan dengan adil,”
sebut sosok yang akrab disapa Romo Benny tersebut.

Romo Benny menambahkan bahwa salah satu tantangan besar yang dihadapi
oleh kepolisian adalah masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di
dalam tubuhnya sendiri. Untuk membangun keadaban, kepolisian harus
mampu membersihkan dirinya dari praktik-praktik ini. Proses rekrutmen
harus dilakukan dengan transparan dan berbasis meritokrasi.

Promosi jabatan, menurutnya, harus didasarkan pada kinerja dan
integritas, bukan karena hubungan atau suap. Selain itu, perlu adanya
mekanisme pengawasan internal yang kuat untuk mencegah dan menindak
praktik KKN. Polisi yang terbukti terlibat dalam KKN harus ditindak
tegas.

“Dengan membersihkan diri dari KKN, kepolisian akan mendapatkan
kembali kepercayaan dari masyarakat.Untuk membangun keadaban,
pendidikan dan pelatihan bagi anggota kepolisian harus diperkuat.
Materi pendidikan harus mencakup nilai-nilai Pancasila, hak asasi
manusia, dan pendekatan humanis dalam penegakan hukum,” jelasnya.

Pelatihan tidak hanya fokus pada keterampilan teknis, tetapi juga pada
pengembangan karakter dan etika. Pendidikan yang baik akan
menghasilkan polisi yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga
memiliki integritas dan empati. “Ini penting agar polisi dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik dan membangun hubungan yang positif
dengan masyarakat.

Pemanfaatan teknologi dan inovasi juga harus menjadi fokus dalam
membangun keadaban kepolisian. Teknologi dapat membantu kepolisian
dalam berbagai aspek, mulai dari pengawasan, analisis data, hingga
pelayanan kepada masyarakat” katanya.

“Namun, teknologi harus digunakan dengan bijak dan tetap mengedepankan
prinsip-prinsip kemanusiaan. Inovasi dalam pelayanan kepada
masyarakat, seperti penggunaan aplikasi mobile untuk pelaporan
kejahatan, dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi. Polisi juga
harus terus berinovasi dalam pendekatan penegakan hukum yang lebih
humanis dan persuasif,” bebernya..

“Keadaban polisi adalah suatu keharusan untuk menghadapi tantangan
zaman di era kemajuan teknologi informasi. Polri harus dibangun dengan
landasan nilai-nilai Pancasila, yang mencakup keadilan, kemanusiaan,
dan persatuan. Kepolisian masa depan harus lebih humanis, mampu
melindungi dan mengayomi masyarakat dengan pendekatan persuasif,”
katanya.

“Dengan menerapkan keadaban dalam setiap aspek tugasnya, kepolisian
akan mampu menjaga ketertiban dan keamanan dengan lebih baik.
Masyarakat akan merasa lebih aman dan dilindungi, dan kepolisian akan
mendapatkan kembali kepercayaan yang telah lama diharapkan. Hanya
dengan kepolisian yang beradab, kita dapat mewujudkan cita-cita Bung
Karno dan membangun Indonesia yang lebih aman, adil, dan sejahtera,”
pungkasnya.