Tasikmalaya – Polres Tasikmalaya Kota gencar melakukan program deradikalisasi bagi keluarga narapidana terorisme (Napiter) guna memutuskan jaringan radikal di wilayah hukumnya. Terkait program ini, Polres dan Pemerintah Kota Tasikmalaya bahkan sudah menyusun rencana untuk menyediakan rumah tinggal bagi keluarga Napiter.
Hal tersebut dilontarkan Kepala Polres Tasikmalaya Kota, AKBP Febry Kurniawan Ma’ruf selepas menghadiri Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Dalam Rangka Pengamanan Perayaan Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 di Mapolres Tasikmalaya Kota, Rabu (19/12).
Febry menuturkan, deradikalisi digelar dengan menggandeng TNI dan pemerintah. Program tersebut menyasar keluarga Napiter yang tinggal di wilayah Tasikmalaya untuk mencegah merembesnya faham radikal menyebar kepada mereka.
Program tersebut, lanjut Febry, dimulai dengan memfasilitasi pengantaran dan penjemputan pihak keluarga saat membesuk para Napiter ke Lembaga Permasyarakatan Cipinang, Jakarta pada Kamis-Jumat (13-14 Desember 2018) lalu.
Saat itu, terdapat belasan anggota keluarga dari delapan Napiter yang mendapat fasilitas antar jemput itu. Pendekatan juga dilakukan Korps Bhayangkara bersama Pemkot guna memberikan bantuan usaha bagi keluarga Napiter.
“Karena memang keluarga yang ditinggalkan (Napiter) ini memang manakala tidak memiliki mata pencaharian usaha tentunya ini perlu adanya bantuan sehingga keterampilan-keterampilan yang mereka miliki bisa kita fasilitasi,” kata Febry.
Baca juga : Observatorium: ISIS Eksekusi Mati 700 Tahanan Di Suriah Timur
Pendampingan dan pembinaan turut dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh agama. “Manakala ada Napiter-Napiter yang keluar, nah ini akan kita rangkul biar mereka bisa bersosialisasi denga masyarakatnya dan terputusa mata rantai dari pada penyebaran faham radikalisme,” tuturnya.
Febry berharap, program tersebut akan berjalan lebih baik pada 2019.
Program deradikalisasi di Kota Tasikmalaya dilakukan lantaran jumlah Napiter asal Tasikmalaya terbilang signifikan. Dalam kurun waktu 2018, sekitar 15 warga Tasikmalaya terseret kasus terorisme. Mereka diduga terkait upaya teror di di dalam dan di luar Tasikmalaya.
“Ya kebanyakan di jaringan JAD (Jamaah Ansharut Daulah),” ujarnya.
Antisipasi ini, lanjut Febry, perlu dilakukan lantaran Tasikmalaya memiliki sejarah sebagai basis pemberontakan DI/TII di masa lalu. Untuk itu, keluarga Napiter dan warga yang berpotensi terpapar paham radikal perlu dirangkul agar jaringan terorisme tak melebar.
Sementara itu, Komandan Kodim 0612 Tasikmalaya, Letkol Inf Nur Ahmad juga menyatakan dukungan penuh terhadap program deradikalisasi.
“Kita selaku (aparat) kewilayahan kita punya peran juga untuk meminialisir (penyebaran paham radikal) itu, kita sebatas monitoring, misalnya ada hal-hal masyarakat, warga yang mulai keluar dari jalur kebiasaan, dari kehidupan beragama dan sebagainya,” paparnya.
Nur Alam juga memastikan, kondisi Tasikmalaya masih terbilang kondusif. Menurutnya, tidak ada monitoring khusus bagi keluarga eks DI/TII di wilayah Priangan Timur.
“Tidak ada yang keluar jalur,” katanya.
Dukungan yang sama juga diungkapkan Kapolda Jabar, Irjen Pol Agung Budi Maryoto saat menghadiri deklarasi damai Pemilu 2019 di Kota Tasikmalaya.
“Intinya bahwa bagaimana kita bisa memangkas jaringan antara keluarga Napiter dengan jaringan keluarga yang masih aktif melalui program deradikalisasi,” ujarnya.
Agung juga menyatakan, pemberian fasilitas antar jemput kelurga Napiter bakal diteruskan di seluruh Jawa Barat.
Untuk diketahui, sebanyak 37 terduga teroris ditangkap di berbagai tempat di wilayah Jabar pada Agustus 2018. Penangkapan itu berkaitan dengan sejumlah rangkaian aksi teror di sejumlah wilayah dan pengamanan penyelenggaraan Asian Games Jakarta-Palembang.