Jakarta – Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, akhirnya mengungkap dua nama terduga teroris yang tewas dalam kontak senjata dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror di Gunung Mawu Rite, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka adalah Amir alias Dance (anggota Mujahidin Indonesia Timur), dan Yaman (anggota Jamaah Ansharut Tauhid).
Dikatakan, Amir adalah orang yang masuk DPO di Poso dan terkait kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso alias Abu Wardah. Sedangkan, Yaman diduga anggota kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Bima pimpinan Munandar. Bersama kedua terduga teroris itu Densus 88 berhasil mengamankan sepucuk senjata, 20 butir peluru kaliber 5,56 milimeter, ransel, dan botol minuman.
Kepada wartawan di Mabes Polri, Senin (30/10/2017) petang, Setyo Wasisto menjelaskan, kedua terduga teroris yang ditembak mati Densus 88 diduga juga terkait dengan insiden penembakan anggota Polri di Kota Bima pada 11 September 2017 silam. Dari penyelidikan yang dilakukan, aksi teros keduanya di Bima berasal dari perintah Santoso.
“Baku tembak antara Densus 88 dengan kelompok JAT pimpinan Munandar di Gunung Mawu Rite terjadi sekitar pukul 9.45 WITA. Usai baku tembak di Gunung Mawu Rite, Bima, Densus 88 saat ini mengejar dua terduga teroris lain yang berhasil melarikan diri yakni Iqbal dan Nandar. “Saat ini, tim masih melakukan pengejaran terhadap dua target di hutan tersebut,” kata Setyo Wasisto.
Dijelaskan, keduanya memegang amanah Santoso alias Abu Wardah yang lebih dulu tewas dalam baku tembak di Poso dengan aparat TNI-Polri dalam Operasi Tinombala. Amanah Santoso yaitu melakukan aksi teror di Bima. Keduanya memiliki keterlibatan dengan MIT dan menerima perintah dari Santoso yang merupakan pimpinan kelompok MIT dan namanya mencuat setelah mendalangi peristiwa penembakan anggota polisi di kantor Bank BCA, Palu pada 25 Mei 2011. Selain Poso, Santoso diduga memiliki kaitan dengan sejumlah aksi terorisme di Solo, Bogor, Depok, hingga Tambora.
Pada akhir 2012 atau awal tahun 2013, Santoso bersama Daeng Koro mendeklarasikan berdirinya Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Sejak itu mereka melakukan perekrutan dan pelatihan militer (tadrib asykari) yang dilaksanakan beberapa kali di wilayah Pegunungan Biru, Poso Pesisir.