Polda Malut Sosialisasi Cegah Radikalisme dan Intoleransi Terhadap Personelnya

Polda Malut Sosialisasi Cegah Radikalisme dan Intoleransi Terhadap Personelnya

Jakarta – Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Kepolisian Daerah (Polda)
Maluku Utara (Malut) mengelar kegiatan pembinaan penanggulangan dan
pencegahan radikalisme dan intoleransi personel Polda Malut.

“Sebagai anggota Polri tidak menjamin dapat terbebas dari paparan
paham radikalisme, sehingga personelnya dapat mempertahankan diri dari
hal-hal tersebut,” kata Kabid Humas Polda Malut, Kombes Pol Bambang
Suharyono, di Ternate, belum lama ini.

Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh personel lulusan SIP dan personel
bintara remaja lulusan 2024, dengan menghadirkan beberapa narasumber
dalam rangka memberikan sosialisasi sangat penting guna menunjang
tugas anggota Polri dalam melayani masyarakat dengan baik ke depan

Oleh karena itu, dirinya menegaskan bahwa setiap anggota Polri harus
dapat memperkuat diri dan tidak mudah terpengaruh terhadap ajakan yang
dapat menjerumuskan diri sendiri ke dalam kesalahan yang fatal.

Polda Malut juga meminta masyarakat untuk mewaspadai adanya ancaman
radikalisme di berbagai ruang digital, terutama dalam momentum pilkada
serentak pada tahun 2024.

“Seringkali menjadi periode sensitif dimana radikalisme dapat kembali
muncul, Hal ini dapat terjadi karena perbedaan pendapat politik,
ketegangan sosial, dan perasaan ketidakpuasan yang dapat dimanfaatkan
oleh kelompok-kelompok radikal,” katanya.

Untuk itu, Polda Malut mengimbau kepada masyarakat harus tetap waspada
terhadap gerakan radikalisme dalam tahapan pilkada serentak 2024
tersebut.

“Pelaksanaan pilkada serentak adalah saat-saat penting dalam kehidupan
demokrasi suatu negara, dan gerakan radikalisme dapat mengancam
stabilitas politik, toleransi, dan juga keamanan,” ujarnya.

di samping itu, radikalisme di ruang digital dapat mengacu pada
penyebaran ideologi radikal, berita palsu (hoaks), retorika berbahaya,
atau tindakan ekstremisme melalui platform online seperti media
sosial, situs web, dan aplikasi pesan.

Apalagi, kelompok radikal dapat memanfaatkan media sosial dan platform
online untuk menyebarkan hoaks, berita palsu dan propaganda yang
dirancang untuk mempengaruhi pemilih dan menciptakan ketidakpercayaan
terhadap proses pemilu.