photo by: m.bijaks.net

Pimpinan Baru Harapan Baru : Selamat Datang Kepala BNPT yang Baru

Teka teki pengganti Jenderal Tito Karnavian sebagai Kepala BNPT kini terjawab sudah, penunjukan Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai Kepala BNPT yang baru dapat memperlancar tugas-tugas yang belum tuntas dari sekian banyak kebijakan, strategi dan program yang telah dicanangkan oleh pimpinan sebelumnya. Komjen Pol Suhardi Alius sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas RI).

Pergantian pimpinan dalam sebuah institusi merupakan hal yang lumrah, biasa terjadi dalam sebuah institusi pemerintahan dan lembaga non-pemerintahan lainnya. Semangat yang harus dibangkitkan dari rotasi kepemimpinan dari sebuah lembaga sipil pemerintahan seperti BNPT adalah membangun sinegitas secara internal dan eksternal kelembagaan, sinergi internal kelembagaan antara pimpinan dan bawahan secara vertikal serta sinergi horisontal antara sesama bawahan.

Demikian pula sinergitas eksternal kelembagaan, koordinasi antara sesama kementerian dan lembaga serta lembaga pemerintahan non kementerian lainnya harus dijalin secara efektif dan efesien berbasis program bukan berbasis anggaran.

BNPT sebagai badan negara yang mengkoordinasikan penanggulangan terorisme dengan soft approach sebagai salah satu model pendekatan yang digunakan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam menjalankan strategi, kebijakan dan program secara nasional yang telah direncanakan.

Tantangan yang dihadapi kepala BNPT yang baru dapat diurai dan dibagi ke dalam dua macam tantangan, yaitu tantangan internal dan tantangan eksternal. Secara internal BNPT menghadapi kenyataan yang menjadi tantangan tersendiri sebagai institusi yang baru berusia 6 tahun pada tanggal 16 Juli 2016, pertama adalah institusional challange, sebagai lembaga yang menangani kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime), tentu tidak sedikit persoalan yang dihadapi, tantangan dalam hal kelembagaan membutuhkan perhatian untuk diperkuat dengan strengthening institution – penguatan kelembagaan, wujud nyata penguatan kelembagaan yang membutuhkan kerja keras adalah menata ulang struktur, tiga kedeputian selama ini bekerja tidak cukup memadai untuk memperkuat keberadaan BNPT di antara kementerian dan lembaga yang ada, terutama kehadirannya di masyarakat.

Sebagai wacana dapat dikembangkan dari tiga kedeputian menjadi tujuh kedeputian, yaitu; pertama kedeputian pencegahan, kedua kedeputian penegakan hukum – bukan penindakan sebab BNPT bukan badan penindak, ketiga kedeputian kerja sama internasional keempat kedeputian deradikalisasi, kelima kedeputian strategy, keenam kedeputian kebijakan, dan ketujuh kedeputian pengkajian dan program.

Deradikalisasi sebagai core bussiness BNPT, sesuai yang diungkapkan Jenderal Tito Karnavian pada saat breafing hari pertama segera setelah dilantik sebagai Kepala BNPT, perlu mendapat perhatian yang lebih terfokus pada warga binaan pemasyarakatan teroris yang sedang menjalani vonis hukuman dalam lembaga pemasyarakatan.

Demikian pula para mantan napi, keluarga, jaringan dan yang terindikasi radikal termasuk masyarakat dan ormas keagamaan yang bersimpati dan ikut mendukung penyebaran faham anarkis yang mengatas namakan faham keagamaan serta bersimpati pada aksi gerakan kelompok teroris yang melakukan bom bunuh diri.

Alasan mendasar begitu urgennya deradikalisasi diangkat menjadi sebuah kedeputian adalah pembinaan intensif eks teroris dan eks napi teroris yang menyebar di seluruh penjuru nusantara tidak ada institusi yang khusus menangani, mengawasi, memantau keberadaan mereka, bila hal ini dibiarkan tanpa pengawasan negara, sangat mudah bagi mereka kembali lagi menjadi pelaku anarkis bahkan dengan mudah melakukan ‘konser’ – istilah yang dipergunakan Sunakim alias Afif saat melakukan atraksi tembak menembak dengan aparat keamanan dan bom bunuh diri di jalan Thamrin tanggal 14 Januari 2016 – di mana saja mereka berada terutama melakukan serangan balas dendam kepada aparat keamanan/aparat kepolisian seperti banyak terjadi beberapa waktu silam.

Berdasarkan pengalaman penulis, menghadapi eks teroris dan eks napi teroris mungkin saja dilakukan dengan berkoordinasi dengan lembaga pemasyarakatan (lapas) dan balai pemasyarakatan (bapas), sebab data mereka masih dapat dipantau yang berada dalam lapas, namun bagi mereka yang telah kembali ke tengah masyarakat pihak bapas tidak dapat sepenuhnya memantau keberadaan mereka karena dua hal; pertama mereka telah berpindah ke wilayah lain untuk mencari kerja, kedua mereka tidak dapat diketahui alamat mereka dan lepas dari pantauan pegawai bapas sebab luas wilayah yang tidak dapat dijangkau, ditambah lagi terbatasnya personil pegawai bapas dalam menjalankan kontrol kepada mereka.

Penguatan kelembagaan BNPT saat ini mungkin masih dianggap belum mendesak oleh banyak pihak, namun sejak tahun 2015 di 12 propinsi ditemukan 538 orang mantan teroris, mantan napi teroris, keluarga, jaringan dan terutama yang bersimpati dan mendukung aksi dan gerakan mereka, terasa sangat minim personil dan budget dalam melaksanakan program pembinaan istilah lain dari program deradikalisasi.

Pada tahun 2016 dikembangkan menjadi 17 propinsi sebagai upaya memperluas jangkauan pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian, banyak warga binaan yang telah merubah mindset mereka dengan melibatkan diri pada semua rangkaian kegiatan deradikalisasi baik di dalam lapas maupun dalam masyarakat.

Secara holistik integral dan terpadu, kementerian dan lembaga serta organisasi keagamaan dan organisasi sosial mengambil bagian dalam memperkuat program deradikalisasi, organisasi masyarakat keagamaan NU dan Muhammadiyah banyak melaksanakan pembinaan dan pencerahan kepada masyarakat akan bahaya radikalisme dan terorisme, demikian pula MUI sedang dan telah secara aktif mengambil peran dalam membangun moderasi umat, diharapkan pula badan negara lainnya dapat berperan aktif melaksanakan program pembinaan.

Saat tulisan ini disiapkan terduga teroris pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso telah wafat saat terjadi baku tembak dengan aparat keamanan di Sulawesi Tengah. Bila hasil pemeriksaan DNA positif bahwa yang meninggal adalah Santoso, maka kewaspadaan terhadap bangkitnya semangat pengikut pimpinan teroris wajib diwaspadai agar tidak melahirkan rasa empati dari masyarakat yang tidak memahami sejarah pergerakan kelompok anarkisme yang mengemas kejahatannya dengan bahasa agama.

Selamat bekerja kepada kepala BNPT yang baru semoga sinergitas dan koordinasi penanggulangan terorisme makin tangguh, aktif dan produktif. Mamuju, 19 Juli 2016.