Peserta Regenerasi Duta Damai Dunia Maya kalsel diberikan materi mengenai Bahayanya Paham Radikal Terorisme

Peserta Regenerasi Duta Damai Dunia Maya kalsel diberikan materi mengenai Bahayanya Paham Radikal Terorisme

Banjarmasin – Hari pertama pembukaan pelatihan Duta Damai Dunia Maya 2020 regional Kalimantan Selatan (Kalsel) yang mana para peserta terdiri dari kalangan Programmer IT, Blogger/penulis dan Digital Komunikasi Visual/DKV langsung diberikan materi mengenai pengenalan tentang bahayaya ideologi terorisme dan materi mengenai isu propaganda terorisme melalui media soial.

Materi tersebut diberikan oleh tim Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (PMD BNPT) usai pembukaan yang digelar di salah satu Hotel di Kota Banjarmasin, Senin (5/10/2020) malam. Dimana ada dua narasumber yang memberikan materi pada sesi tersebut yakni Dr. H. Muhammad Suaib Tahun, Lc, MA, selaku staf ahli PMD pada Kedeputian I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT. Narasmber lain yakni Budi Hartawam, STH.I selaku anggota Divisi Monitoring dan Analis PMD.

Dr Suaib Tahir selaku pemateri pertama dalam kesempatan tersebut memberikan pengetahuan mengenai Radikalisme Terorisme yang dibungkus agama..

Menurutnya, kalau berbicara tentang radikalisme dan terorisme banyak sekali anggapan kenapa selalu diarahkan ke orang Islam atau kenapa hanya Islam yang dituduh ekstrim dan teroris.

“Hal itu dikarenakan didorong keyakinan semua bahwa agama kita adalah agama yang benar. Dan tidak mengajarkan ajaran diluar kemanusiaan. Kita semua sepakat agama kita tidak mengajarkan negatif, termasuk radikalisme dan terorisme,” ujarnya.

Lebih lanjut Kyai Suaib menjelaskan, tidak ada satu agama yang bersifat kekerasan, radikalisme dan terorisme. Apa yang terjadi selama ini sebenarnya bukan agamanya, melainkan orangnya. Tentunya akan salah jika agama mengajarkan kekerasan atau korupsi.

Peserta Regenerasi Duta Damai Dunia Maya kalsel diberikan materi mengenai Bahayanya Paham Radikal Terorisme

“Sekarang banyak orang-orang yang memahami ajaran secara ekstrim dan tidak kompherensif. Sehingga menimbulkan perilaku yang bertentangan dengan Al Quran,” ujar pria yang meraih seluruh gelar sarjananya dari Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir ini.

Dr. Suiab menjelaskan sejak runtuhnya khilafa Othmania dan ekspansi barat ke dunia timur, maka muncul gerakan baru di dunia timur untuk kembali menjadikan Islam sebagai salah satu solusi dalam menyelesaikan masalah.

“Dari hal itulah fenomena ini mengakibatkan munculnya gerakan-gerakan radikal ekstrim di kalangan umat Islam termasuk di Indonesia, seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir dan HT (Hizbut Tahrir) di Yordania,” ujarnya.
.
Pria yang selama 25 tahun pernah menjadi staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di Sudan ini juga menjelaskan menjelaskan, sebenarnya sudah ada sejak dahulu radikalisme dan terorisme, Dimana dahulu itu ada namanya khawarij. Lalu ada juga kelompok di Khilafah Abbasiyah untuk melakukan pembantaian.

“Era selanjutnya ada juga setelah runtuhnya Khilafah Islamiyah ingin bangkit kembali system Khilafah atau melawan proses nasionalisme untuk mendirikan negara Islam. Fenomena ini mengakibatkan munculnya gerakan radikal ekstrim di kalangan umat Islam seperti Ikhwanul Muslimin. Cara ini pada akhirnya dimanfaatkan oleh kelompok takfiri untuk dapat menguasai suatu daerah,” ujar pria yang juga Direktur Damar Institute yang bergerak dalam bidang Kontra Narasi dan Idiologi dari paham Radikal Terorisme ini.

Kemudian di tahun 90-an ada Taliban yang melakukan hal seperti itu. Yang mana kelompok tersebut ingin mendirikan negara Islam. Dimana mereka ini banyak di datangi oleh orang asal Indonesia. Mereka jugalah yang menginisiasi pengeboman di Indonesia. Selain Al Qaeda, ada Jamaah Takfir Wal hijrah, Elshabab, Boko Haram dan Isis.

“Jadi mereka menggunakan paham takfiri untuk orang-orang yang tidak ikut pada kelompok mereka. Inilah tantangan kita di Indonesia dalam ancaman sistem kenegaraan kita. Kita harus menyelasaikan hal ini agar negara kita bahagia, jauh dari terorisme, jauh dari intoleran dan hidup nyaman. Akan kacau jika negara kita seperti negara Suriah, Iraq, Afganistan yang selalu berkonflik. Hal ini juga yang melatarbelakangi pemerintah Indonesia untuk tidak terkena dampak hal tersebut,” ujar Dr. Suaib mengakhiri.

Lalu Budi Hartawan pada pateri kedua membeeikan materi mengenai Ancaman Propaganda Radikal Terorisme di Dunia Maya. Di awal penyampaiannya, Budi menjelaskan mengenai tujuan para peserta pegiat dunia maya ini hadir untuk mengikuti pelatihan mengenai sekaligus untuk mengetahui apa yang terjadi di media sosial.

“Ada beberapa kelompok yang melakukan seolah-olah memperjuagkan agama tapi sebenarnya ada tujuan lain disana. Jika kita tidak berhati-hati, maka kita akan terkecoh disitu. Saya ingin teman-teman disini menyebarkan narasi kedamaian di lingkungannya masing-masing. Menjadi agen perubahan adalah agen yang positif,” ujar Budi.
.
Dikatakan Budi, Narasi radikal ini banyak disebarkan di sekolah-sekolah mengenai Indonesia yang kurang baik. Di usia dini sudah disebarkan mengenai narasi propaganda radikal terorisme. Inilah yang harus menjadi perhatian,

“Dimana kita diharuskan menyebarkan narasi kedamaian. Jadi sekian narasi ini kita harus benar-benar mencari tahu apakah benar apa yang dibicarakan di media sosial. Karena hal ini dapat menjadi aksi teror atas keyakinana yang dia yakini bahwa hanya dialah yang benar,” kata alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Pria yang juga pernah menjadi analis di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ini menjelaskan mengapa dunia maya sekarang menjadi media yang dimanfaatkan oleh kelompok radikalis untuk menyebarkan ajarannya.

“Hal itu dikarenakan dunia maya menjangkau luas semua kalangan dan biaya yang murah. Kelompok radikalis memanfaatkan hal tersebut untuk menyebarkan narasi dan mengumpulkan pengikut yang sesuai dengan mereka. Hal yang mereka sebarkan seakan-akan bahwa hal itu adalah perintah ajaran Islam yang harus ditaati dan dilaksanakan. Ini yang harus diwaspadai,” katanya.

Menurutnya, banyak anak muda yang terkena paham radikal terorisme dari media dunia maya. Hal ini dikarenakan karena keterbatasan pemahaman agama mereka sehingga mereka mudah terprovoasi untuk melakukan aksi kekerasan.

“Berita yang banyak disebarkan melalui sosial media seperti Facebook dan Instagram. Lalu yang kedua adalah melalui messenger atau aplikasi pesan. Oleh karena itu kita harus dengan hati-hati dalam memainkan jari kita untuk menyebarkan pesan perdamaian dibandingkan menyebarkan keburukan.

Untuk itulah dirinya berpesan kepada para generasi muda peserta pelatihan Duta Damai Dunia Maya Kalsel ini untuk menyebarkan pesan perdamaian agar masyarakat bangsa ini dapat hidup dengan perdamaian tanpa adanya kebencian.

“Kita harus peduli dalam menghadapi masalah tersebut. Untuk itulah adik-adik pegiat dunia maya yang hadir disini nantinya jangan lelah untuk terus menebarkan narasi perdamaian, baik tulisan, video, mame dan sebagainya di media social. Penuhi media sossial dengan narasi positif agar bangsa ini terhindar dari provokasi, adu domba dan propaganda dari kelompok radikal terorisme tersebut,” ujar Budi mengakhiri.