Pesantren Jadi Benteng Pertahanan Terakhir Mengantisipasi Radikalisme

Medan – Di era digitalisasi dan globalisasi, segala hal dihadapkan dengan kondisi dan keadaan tak terbatas. Sangat sulit untuk dikendalikan secara utuh, bahkan oleh pemerintah sekalipun. Hal ini juga berlaku untuk paham radikalisme.

“Kita tak bisa menghindari era tersebut. Semua informasi dan budaya yang berkembang jadi sangat mudah diikuti, termasuk juga paham radikal. Oleh sebab itu pesantren harus bisa menjadi benteng pertahanan terakhir atas keadaan tersebut,” ungkap Pembina Penggerak Budaya Nusantara, KH Ahmad Sugeng Utomo kepada seluruh peserta pengajian kebangsaan dan pentas budaya bertajuk ‘Membangun Semangat Pancasila di Era Zaman Now’ di Pesantren Al-Kautsar Al-Akbar, Jalan Pelajar, Medan, Sumatera Utara, Selasa (24/7) malam.

“Dulu orang belajar akhlak itu tempatnya di sekolah atau pesantren. Tapi sekarang cukup hanya dari handphone. Makanya dari itu kita ingin mengubah itu semua, sehingga bangsa kita tetap utuh,” tambahnya lagi sebagaimana dilansir medanbisnisdaily, Kamis (26/7).

Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumut, HM Fitriyus mengatakan, Provinsi Sumut terdiri dari berbagai etnis. Sehingga provinsi ini termasuk sebagai tolok ukur Indonesia.

Akan tetapi, sambung Fitriyus, kemajuan Ilmu Teknologi (IT) justru lebih hebat dari Ilmu Pengetahuan. Apalagi rata-rata pengguna internet adalah kelompok masyarakat yang lahir diatas era 80an. Malah menurut hasil survey, anak-anak lebih dekat dengan handphonenya ketimbang keluarganya.

“Untuk itulah pemerintah harus dapat menangkal radikalisme. Kalau tidak dari pesantren ya dimana lagi? Kalau dari pendidikan umum bisa bebas. Tapi kalau pesantren bisa juga tembus entah bagaimana lagi,” tandasnya.

Sementara itu Staf Ahli Menkominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa, Gun Gun Siswadi menyampaikan dunia sudah memasuki abad informasi. Sehingga patokan dari setiap hal tentunya adalah informasi.

“Tapi informasi itu banyak, ada yang valid tapi banyak juga yang hoax. Informasi hoax ini bisa memporakporandakan Indonesia. Inilah yang harus dihadapai bersama agar bersatu padu dari Sabang sampai Merauke,” ujarnya.

Gun Gun menyarankan informasi itu harus terlebih dahulu dianalisis sumbernya dari mana. Jangan sampai malah ikutan menshare informasi hoax yang belakangan ini malah banyak menimbulkan kasus hukum.

“Untuk itu kita harus mengedepankan etika dalam bermedia sosial (medsos). Informasi itu harus kita saring dulu sebelum disharing. Bijaklah dalam bermedsos,” pungkasnya.

Pengajian kebangsaan dan pentas budaya ini juga dihadiri oleh seluruh santri dari Pesantren Al-Kautsar Al-Akbar. Sebelumnya juga dilakukan deklarasi masyarakat antihoax yang dipimpin oleh Wadir Binmas Polda Sumut, AKBP Parluatan Siregar.