Sintang – Perbatasan negara Indonesia disebut rawan disusupi teroris. Sebab, banyak jalur tikus di perbatasan yang tidak terpantau petugas. Hal itu diungkapkan Danrem 121/Abw Brigjen TNI Ronny saat Sidang Promosi Terbuka Doktor Kriminologi FISIP Universitas Indonesia yang digelar secara virtual, Selasa (3/8/2021).
Ronny dalam disertasinya menyebut kejahatan transnasional terorisme masih terjadi serta pentingnya comprehensiveness dari upaya pencegahan oleh Pemerintah dalam hal ini BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.)
“Perlunya optimalisasi struktural dan kultural kelembagaan untuk mencegah warga negara bergabung kegiatan terorisme atau menjadi Foreign Terrorist Fighters (FTFs),” kata Ronny.
Selain itu kata Ronny, perlunya pemberian peran sesuai fungsi pertahanan kepada TNI dalam penanganan terorisme. Misalnya dalam mencegah cross border terrorism di wilayah perbatasan negara, perlu peran dan fungsi Pamtas serta peranan Babinsa sebagai human intelligence dalam pendeteksian dini untuk mencegah terorisme.
Ronny juga menyebut empat faktor yang mengondisikan adanya fenomena warga negara menjadi kombatan teroris asing atau FTF. Pertama, adanya ideologi yang berpengaruh mengindoktrinasi. Kedua, adanya wilayah konflik bersenjata yang diciptakan. Ketiga, pengawasan dari negara yang lemah. Keempat, rekrutmen melalui media internet.
Menurut Ronny negara melalui BNPT perlu melakukan comprehensive counter terrorism sebagai upaya optimalisasi model existing BNPT yang sudah dibentuk sejak 2010.
“Secara struktural kelembagaan, perlu kehadiran BNPT untuk mengoordinasikan dan monitoring cross border terrorism di wilayah perbatasan. Seperti pos lintas batas negara (PLBN) Entikong dan PLBN Aruk di Kalbar. Banyak illegal entry yang bisa saja disusupi jaringan terorisme,karena terorisme adalah bagian perang hibrida yang multidimensional dan menurut perspektif kriminologi,adamya warga negara yang menjadi FTF atau terlibat terorisme adalah karena adanya ikatan sosial yang melemah di masyarakat,” katanya
Terkait aspek legal dari upaya penanggulangan terorisme, Ronny menyebut Pemerintah telah menerbitkan PP No.7 Tahun 2021 tentang pencegahan ekstremisme dan radikalisme yang mengarah kepada terorisme yang merupakan adopsi dan penterjemaham Counter Violent Extremism yang merupakan pilar penanggulangan terorisme Internasional khususnya oleh UN atau PBB.
“Namun kelemahannya perundangan ini belum memungkinkan bukti intelijen sebagai alat bukti persidangan sehingga Indonesia untuk menerapkan internal security act dalam pencegahan terorisme mengalami hambatan,” kata Brigjen TNI Ronny.