Jakarta – Tidaklah mudah bagi mantan terpidana kasus terorisme yang telah menjalani masa hukuman untuk dapat diterima kembali ke lingkungan masyarakat. Kecenderungan dari mantan teroris untuk kembali dan berhimpun dengan kelompok lamanya dinilai masih sangat kuat.
Hal tersebut dikatakan Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment, Prof Dr. Ahmad Syafii Mufid, MA, dalam paparannya saat menjadi narasumber dalam acara Rapat Koordinasi (Rakor) dalam rangka pendampingan sasaran deradikalisasi di masyarakat yang digelar di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Kementerian Agama (Kemenag) yang berlangsung di salah satu hotel di Jakarta pada Selasa (14/11/2017) siang.
“Tentunya tidak mudah bagi para mantan kombatan atau mantan terorisme ini untuk bisa kembali dan diterima kembali di masyarakat. Kerana ini menyangkut masalah psikologi dan sosial yang bersangkutan itu sendiri dan masyarakat tempat dimana mantan teroris itu berasal,” ujar Prof Dr. Ahmad Syafii Mufid, MA.
Dikatakan pria yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini, kecenderungan para mantan narapidana terorisme untuk kembali berhimpun dengan kelompok lamanya itu sendiri masih sangat kuat.
“Metamorphosa dalam upaya untuk melakukan gerakan baru untuk tujuan ideologi yang sama akan sangat kuat bila tidak ada intervensi. Tentunya dibutuhkan sinergitas dan upaya bersama dari berbagai pihak termasuk dengan Kementerian Agama, karena tidak mungkin BNPT melakukan itu sendiri,” ujarnya.
Namun demikian menurutnya, pada umumnya tidak sedikit mantan narapidana terorosme yang telah mengalami perubahan sikap dan perilaku yang dulunya memiliki paham kekerasan yang ekstrem lalu kini telah berubah ke arah moderat.
“Meskipun ideologi yang ada di dalam diri mereka itu belum hilang sepenuhnya setelah mengikuti pembinaan. Tapi mereka sudah berusaha menghilangkan paham kekerasan yang ada di diri mereka menuju islam moderat yang rahmatan lil alamin.” ujarnya
Dikatakan pria yang juga menjadi Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta ini, banyak faktor yang menyebabkan tumbuh subur paham ekstrem keagamaan. “Namun masalah keadilan dan kesejahteraanlah sejatinya menjadi masalah yang paling utama. Itulah yang membuat dan memunculkan semangat melakukan teror dari dulu sampai sekarang,” ujarnya.
Dirinya juga mengatakan bahwa Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa telah menyatakan kalau sejak awal tahun 2017 hingga saat ini, sudah ada sebanyak 129 orang warga negara Indonesia (WNI) yang dikirim ke panti milik Kementerian Sosial. Mereka merupakan orang-orang yang dideportasi dari negara lain, lalu diserahkan ke Kemensos oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
“Sejak Januari 2017 sudah ada 129 orang yang oleh Densus 88 dikirim ke shelter Kemensos Mereka merupakan WNI yang dideportasi oleh Pemerintah Turki karena diduga terkait organisasi teroris ISIS. Kemensos sendiri melakukan proses trauma healing dan trauma konseling, terutama kepada anak-anak sebelum nantinya mereka kembali ke daerah masing-masing,” ujarnya.
Untuk itu penanganan ekstremisme dan terorisme menurutnya mesti dilakukan oleh kementerian, lembaga dan masyarakat. “Sikap dan perilaku ekstrem dan teror adalah penyimpangan sosial, akar penyebab dan motivasi bersifat ideologis, maka perlu reedukasi dan resosialisasi bagi mantan napiter. Korban terorisme juga perlu mendapatkan perhatian akan kesehatan dan kesejahteraan mereka,” ujanrya.
Selain itu menurut pria yang pernah menempuh Doktoral di International Institute for Asian Studies (IIAS), Universitas Leiden, Belanda ini menjelaskan ada beberapa hal proses pembinaan di luar lapas bagi para mantan narapidana terorisme di masyarakat.
“Harus ada identifikasi terhadap mantan dan keluarganya sejak pembebasan bersyarat, lalu melalakukan pertemuan silaturrahmi (assesment). Lalu kita berikan dia pembinaan tiga aspek seperti wawasan keagamaan, wawasan kebangsaan dan kemandirian. Kita berikan dia pelatihan life skill dan atau penyaluran tenaga kerja di perusahaan yang dipercaya Kita berikan bantuan modal kerja buat mereka yang ingin melakukan usaha setelah itu kita lakukan monitoring dan evaluasi,” ujarnya mengakhiri.