Jakarta – Mengingat karakter dunia maya yang tak terbatas (borderless), maka gerakan kaum milenial peduli perdamaian melalui dunia maya harus menjadi gerakan global. Tentunya dibutuhkan generasi milenial atau duta-duta damai di dunia maya baik pada level nasional, regional hingga global untuk berkolaborasi menebarkan pesan-pesan perdamaian. Hal ini agar para generasi muda ini juga tidak mudah hala-hal negatif seperti propaganda radikal terorisme maupun ujaran kebencian yang disebarkan melalui dunia maya.
Namun untuk mewujudkan hal tersebut tentunya semua pihak baik dari institusi pemerintah dan kalangan swasta harus mau turut serta berperan aktif dengan melibatkan para generasi muda dengan memberikan pelatihan untuk mau berpartisipasi dalam melakukan menyebaran konten-konten perdamaian melalui dunia maya.
“Pelatihan-pelatihan seperti yang dilakukan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) terhadap para generasi muda untuk menciptakan perdamaian dalam menangkal ujaran kebencian, kekerasan, intoleransi ini sangat penting. Tidak harus dilakukan BNPT saja, Kementerian lain yang terkait dengan pendidikan tehadap generasi muda seperti Kemendikbud, Kemenristek Dikti, Kemenkominfo, Kemenpora harus mau memberikan pelatihan kepada generasi muda untuk mau peduli dalam menyebarkan masalah perdamaian melalui dunia maya,” ujar Guru Besar Sosiologi Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia (UI), Prof. Iwan Gardono Sujatmiko, Ph.D, di Jakarta, Jumat (26/ 4/2019).
Dikatakan Iwan, perusahaan-perusahaan dengan kegiatan CSR nya juga bisa melibatkan kaum milenial ini untuk menggaungkan perdamaian. Jika nantinya semua pihak itu bisa memggandeng para generasi muda tersebut, maka lama-lama para generasi muda penggerak perdamaian di dunia maya itu akan menjadi banyak dan akhirnya bisa mengkampanyekan hal tersebut melalui dunia maya secara masif.
“Kalau hal itu bisa ditonjolkan dengan massif, tentunya negara lain akan dapat melihat hal tersebut bahwa Indonesia berupaya mengkampanyekan perdamaian melalui generasi mudanya. Apalagi jaman sekarang teknologi sudah berkembang pesat dan canggih. Semua orang dalam hitungan detik juga bisa langsung melihat, negara lain bisa langsung melihat secara cepat,” ujarnya.
Kalau itu terjadi menurut Iwan, maka Indonesia akan menjadi pelopor bahwa kaum milenial mampu menggaungkan perdamaian tersebut. Apalagi dirinya melihat program yang dilakukan BNPT dengan membentuk Duta Damai Asia Tenggara beberapa hari yang lalu merupakan suatu hal yang sangat luar biasa dalam upaya merangkul kaum milenial di kawasan Asia Tenggara.
“Duta Damai Dunia Maya ini sesuatu yang baru dan bagus. Jadi ada progres kemajuan dari yang semula lingkupnya nasional sekarang berkembang ke wilayah regional. Sehingga ini nanti mungkin bisa juga dicontoh di kawasan lain seperti Asia Selatan atau mungkin juga di Timur Tengah. Dan ini menuurt saya bagus sekali. Tidak menyangka kita bisa seperti ini,” ucap alumni Havard University, Amerika Serikat ini.
Selain itu menurut Iwan agar kaum millenial mau menggaungkan perdamaian secara global bisa juga dilakukan melalui kampus-kampus. Hal ini dikarenakan mahasiswa di kampus itu juga memiliki jaringan dan juga dapat dipayakan melalui unit-unit kegiatan mahasiswa terhadap kegiatan yang lebih kepada nilai harmoni kebhinnekaan dan toleransi.
“Karena hal itu juga merupakan bagian untuk mencounter propaganda yang dilancarkan kelompok-kelompok yang ingin mengembangkan intoleransi. Itu yang mungkin selama ini masih kurang digalakkan di kampus-kampus. Termasuk di jenjang bangku sekolah seperti tingkat SMA. Karena sekarang ini mereka (mahasiswa dan pelajar) mayoritas adalah pengguna cyber. Dan di cyber itu semua konten pasti akan masuk terus. Kalau mereka tidak dibekali pemahaman yang cukup seperti toleransi, wawasan kebangsaan dan hal-hal yang berhubungan dengan budaya kita, tentu nasionalismenya akan tergerus oleh hal-hal yang negatif,” tuturnya.
Dikatakan Iwan, kendala yang dihadapi para generasi muda seolah-olah enggan untuk mau peduli dengan menyebarkan perdamaian karena kuranga dukungan. Dan kaum muda ini jika mendapatkan dukungan tentunya mereka pasti akan dapat berjalan.
“Nah apa yang dilakukan BNPT itu kan sebagai upaya negara untuk mendukung kaum milenial untuk menggaungkan perdamaian. Nah sekarang tinggal bagaimana di kampus-kampus itu mau melaksanakannya.
Karena ini kan sebenanrya bukan hanya untuk terorisme semata, tapi juga bisa untuk masalah lain seperti SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Kalau tidak dibantu meng-counter seperti ini juga akan repot nantinya, seperti ada pembiaran. Karena SARA itukan juga merupakan upaya pembelahan. Jadi harus digaungkan juga,” ucapnya.
Faktor lain yang membuat kaum milenial ini enggan menggaungkan perdamaian juga akibat dari banyaknya tayangan di televisi yang kurang memberikan edukasi kepada generasi muda. Pemilik Televisi menurutnya harus dapat memberikan waktu misalnya beberapa jam dalam seminggu untuk menampilkan hal-hal yang berhubungan dengan toleransi yang ada di tengah-tengah perbedaan.
“Perbandingannya antara program edukasi dan sinetron itu ya 50:50 lah. Karena kalau tidak dilakukan seperti itu generasi milenial ini otaknya mudah tercuci dengan tayangan-tayangan yang mengandung unsur kebencian, kekerasan atau intoleransi,” ucapnya.
Menurutnya, setelah infrastruktur telah banyak dibangun negara kita ini maka selanjutnya Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa ini juga harus dipekuat. “Tapi kalau SDMnya ada, jika suasana rasa solidaritasnya tidak ada ya tetap akan susah. Bahkan bukan hanya di tingkat SMA saja, di PAUD, SD bibit-bibit radikalisme itu sudah mulai ada,” ujarnya.
Karena di dunia maya sekarang ini sudah banyak digerilya oleh kelompok-kelompok radikal baik di sosmed dan lainnya mengenai hal-hal yang bersifat kekerasan, intoleransi dan sebagainya. “Itu yang terjadi. Kalau tidak di counter ya tentunya akan membuat suasana bangsa ini bisa semakin buruk. Tidak hanya di bansga ini saja, tetapi di negeri lain juga akan berdampak,” kata pria yang juga menjadi anggota Kelompok Ahli BNPT bidang Sosiologi ini.
Untuk itu dirinya kembali menghimbau agar pihak harus ikut turun tangan untuk membangun generasi milenial ini untuk lebih peduli terhadap perdamaian. Karena mengandalkan peran orang tua sebagai pendidik di lingkungan keluarga saja menurutnya tidak cukup.
“Tidak cukup. Jadi harus semua pihak, sekolah, pemerintah dan bahkan televisi harus memberikan edukasi yang positif, tayangan tentang budi pekerti. Televisi inikan banyak program acaranya, hiburan boleh, tetapi kan tidak hanya tayangan hiburan saja. Karena tayangan tentang budi pekerti ini akan membangkitkan karakter anak untuk bisa membangun perdamaian juga,” ujarnya mengakhiri