Denpasar – Keberagaman yang di Indonesia yang terdiri dari beragama agama, suku, budaya, bahasa, dan lain-lain, menjadi satu target yang dijadikan kelompok teroris untuk memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ironisnya, propaganda pengusung ideologi radikal intoleran dan radikal terorisme itu sangat masif menyasar generasi muda dan masyarakat Indonesia, terutama melalui dunia maya.
Karena itu keberagaman Indonesia harus dikelola dengan baik dengan terus meningkatkan sinergitas dengan berbagai kelompok masyarakat seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda, dan lain-lain. Tujuannya untuk memberikan pemahaman bahwa fenomena terorisme yang mengatasnamakan agama itu perbuatan tidak benar.
“Mengelola keberagaman ini sangat penting bagi kami (BNPT) untuk terus membuka ruang komunikasi dengan seluruh tokoh lintas agama untuk bersama memberikan sebuah keyakinan apabila melihat fenomena terorisme yang mengatasnamakan agama itu sebuah perbuatan yang tidak benar dan mereka hanya memanipulasi agama untuk tujuan mereka,” ungkap Kepala BNPT Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., saat bersilaturahmi dengan pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali di Denpasar, Kamis (17/12/2020).
Pada silaruhmi itu, Kepala BNPT didampingi Sestama Mayjen TNI Untung Budiharto, Kepala Biro Umum Marsma Fanfan Ifansyah, dan Kasubdit Kontra Propagada Kolonel Pas Drs. Sujatmiko. Delegasi BNPT disambut Ketua PHDI Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., dan pemuda agama Hindu, Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari, serta para pengurus PHDI Kabupaten/Kota se-Bali.
Boy Rafli menambahkan bahwa pada kenyataanya meski perbuatan ini tidak benar, mereka berhasil mengajak banyak orang Indonesia yang kepincut dan berhasil diajak kelompok teroris itu sampai ke luar negeri. Padahal di Irak dan Suriah, mereka diajak melakukan tindakan kekerasan yang notabene tidak sama dengan yang diajarkan agama apapun. Meraka menebar kebencian, melakukan tindakan destruktif, melakukan kekerasan bahkan pembunuhan.
“Nah proses propaganda ini masih terjadi karena itu kami mohon dukungan dari seluruh umat Hindu di Bali dan seluruh Indonesia. Kita harus tetap memperteguh keyakinan bahwa persatuan dan kesatuan adalah nilai-nilai luhur yagn diwariskan para leluhur. Kita telah memiliki nilai-nilai kebangsaan yang bagus, memiliki konsensus nasional yang bagus. Itu yang terus dilakukan BNPT agar nilai-nilai bagus ini terpelihara dengan baik,” ucap mantan Kadiv Humas Mabes Polri ini.
Boy Rafli melanjutkan, beberapa waktu lalu di Jakarta, BNPT telah membentuk Gugus Tugas Pemuka Agama Dalam Rangka Pencegahan Terorisme, termasuk tokoh agama Hindu. Artinya, seluruh organisasi keagamaan di Indonesia pada tingkat pusat telah bekerjasama dengan BNPT.
Menurutnya, ruang-ruang komunikasi harus dibuat agar bisa mencegah mispersepsi dan misformasi terkait upaya-upaya yang dilakukan dalam menyikapi kondisi yang terjadi akhir-akhir ini. Dengan ruang komunikasi ini diharapkan dapat memoderasi ajaran agama ini agar lebih efektif lagi sehingga bisa bersama-sama mencegah terjadinya suatu sikap ekstremisme dalam beragama yang berlebihan, apalagi sampai harus menyakiti satu sama lainnya.
Menyikapi kondisi kebangsaan yang terjadi, Boy Rafli menilai itu terjadi tidak lepas dari pengaruh misinformasi di kalangan masyarakat karena terpengaruh dari media sosial.
“Dalam hal ini kami butuh dukungan dari masyarakat Bali, agar ikut mendukung agar penggunaan media sosial bisa semakin baik dan berkualitas di masyarakat,” tukasnya.
Menurutnya, masyarakat Indonesia kecenderungan di dunia maya itu sering berpikir secara sesaat. Kadang-kadang menerima informasi belum jelas, tiba-tiba sudah disebarluaskan lagi. Padahal kandungan konten narasi yang ada, sebenarnya tidak bagus untuk di konsumsi masyarakat. Ia juga menilai budaya tertib hukum dan budaya tertib sosial di dunia maya ini masih jauh.
“Kami mohon dukungan dari tokoh-tokoh agama untuk sama-sama membangun peraadaban yang bagus di dunia maya, sehingga dunia maya tidak jadikan ajang untuk menebar segala kebencian yang ada dalam masyarakat yang sangat dimungkinkan berpotensi menimbulkan gesekan atau konflik dalam masyarakat sendiri,” jelasnya.
Selanin itu, lanjutnya, BNPT juga melakukan penguatan digital literasi dan edukasi terhadap generasi muda. Ia berharap dukungan tokoh agama bisa membantu memberikan pemahaman tentang identitas dan jatidiri sebagai bangsa yang penuh toleransi bisa terwujudkan di dalam pola komunikasi pada media sosial oleh masyarakat, terutama kaum milenial, generasi z dan sebagainya.
“Kedatangan kami ini juga ingin mengangkat nilai kearifan lokal, karena dalam pencegahan radikali intoleran dan radikal terorisme ini kami juga mengedepankan pendekatan seni budaya. Kami menyadari di tiap daerah Indonesia memiliki nilai seni budaya yang luar biasa, apalagi di provinsi Bali ini banyak budaya yang bagus yang juga jadi kekayaan Indonesia,” papar mantan Kapolda Papua ini.
Boy Rafli pun mengajak seluruh masyarakat untuk mencintai akar dan nilai budaya masing-masing karena untuk membangun ketahanan sosial budaya tergantung sejauh mana bangsa Indonesia dapat melestarikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang ada di setiap daerah.
“Serusak apapun jika itu bertentangan dengan nilai budaya bangsa kita, tentunya lebih bagus kita melakukan penguatan nilai budaya lokal yang terdapat di berbagai daerah, sehingga diharapkan tidak ada tempat bagi budaya asing yang kecenderungannya bisa menimbulkan hal-hal atau gesekan di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Boy Rafli juga menjelaskan tugas dan wewenang BNPT dalam melakukan penanggulangan terorisme, termasuk penyebarluasan paham radikal intoleran. Menurutnya, tugas yang diberikan dalam UU No 5 Tahun 2018, BNPT melakukan tiga hal. Pertama membangun kesiapsiagaan dari masyarakat agar bisa memiliki daya kepekaan, daya tangkal, dalam menghadapi penyebarluasan paham radikal dan terorisme.
“Kedua melakukan upaya kontra radikalisasi. Ketiga melakukan deradikalisasi,” kata Boy Rafli.
Ia juga memaparkan fenomena terorisme di Indonesia yang dipengaruhi dua kelompok teroris global Alqaeda dan ISIS yang sama-sama mengatasnamakan agama dalam melakukan aksi-aksi kekejamannya. Faktanya hampir 20 tahun terakhir, propaganda kelompok teroris itu berhasil memikat sebagian kecil pemuda-pemudi Indonesia, bahkan keluarga. Mereka terperdaya sehingga bersedia melakukan tindakan terus yang diserukan kelompok teror tersebut.
Ketua PHDI Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana menyambut baik silaturahmi dengan BNPT ini. Menurutnya, PHDI Bali siap berkontribusi dalam mencegah penyebaran paham radikal intoleran dan radikal terorisme.
“Kami siap mendukung langkah pencegahan yang dilakukan pemerintah melalui BNPT. Semoga upaya ini membuat Bali makin aman dan lebih penting lagi, kejadian teror bom Bali dulu tidak terulang lagi,” katanya.