Jakarta – Reformasi yang telah berjalan selama dua dekade berperan dalam melakukan proses restrukturisasi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Tetapi dibalik itu, reformasi memiliki dampak lain yaitu munculnya fenomena lunturnya nilai dan norma tentang masa lalu. Salah satunya yang paling berbahaya adalah lunturnya nilai Pancasila sebagai falsafah bangsa. Hal ini dapat mengakibatkan kekosongan ideologi bangsa yang ironisnya menjadi rentan terhadap serangan ideologi asing.
“Untuk menghindari hal tersebut yang harus dilakukan adalah penguatan kembali pemahaman dan pengamalan Pancasila kepada masyarakat,” ujar peneliti dari Pusat Studi Keamanan Nasional Universitas Bhayangkara Indah Pangestu Amaritasari SiP, MA, di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Karena itu menurut Indah perlu dipahami penyebab lunturnya nilai-nilai Pancasila. Ini penting dengan mengetahui masalah ini, diharapkan akan diketahui solusi untuk penguatan kembali Pancasila. Dengan demikian, tidak ada ideologi lain yang masuk apalagi sampai mengajarkan ekstrimisme.
“Lunturnya nilai Pancasila adalah ketika ada nilai lain yang dirasa lebih dapat diterima secara umum. Ini harus diwaspadai apalagi jika kemudian mengarah pada ekstrimisme. Cara mencegah hal itu tentu melalui pendidikan yang paling mendasar yaitu pada keluarga,” tutur Indah.
Ia melanjutkan, penguatan dan pengamalan Pancasila yang di mulai dari keluarga, akan sangat efektif. Apalagi didukung dengan dengan penguatan wawasan kebangsaan kepada masyarakat khususnya kalangan milenial yang rentan dengan penyebaran ekstrimisme.
“Kalangan milenial ini sangat familiar dengan digital dan siber. Artinya dalam memperkuat wawasan kebangsaan kepada mereka harus memperhatikan pengunaan media-media ini termasuk misalnya pelibatan influencer media didalamnya,” kata wanita yang juga aktif di Yayasan Pingo Indonesia ini.
Selain itu penting juga untuk melindungi kelompok yang rentan terpapar oleh ideologi lain.
“Justru penekanannya adalah pada aspek pelindungan bagi kelompok yang rentan terkena paham radikal. Mereka bisa saja tergerak menjadi ekstrimis kekerasan dan melanggar hukum ketika ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut. Harus terus kita tanamkan wawasan kebangsaan kepada mereka-mereka ini,” ungkapnya.
Indah menyampaikan bahwa dalam hal penguatan wawasan kebangsaan peran pemerintah sangan penting apalagi untuk melawan penyebaran paham ekstrimisme. Tentunya dukungan masyarakat juga sangat vital dalam berkolaborasi berkolaborasi membangun strategi dan melaksanakannya bersama dalam mengantisipasi ideologi ekstrimisme berbasis kekerasan yang mungkin mengarah pada terorisme.
Menurutnya, saat ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus menguatkan perannya dalam penanggulangan ekstrimisme dan terorisme di tanah air. Untuk hal ini BNPT melakukan sinergi dengan Kementerian/Lembaga (K/L) dan juga masyarakat untuk menyusun Rencana Aksi Nasional Penaggulangan Ekstrimisme Yang Mengarah Pada Terorisme (RAN PE).
“RAN PE ini adalah rencana disusun sebagai bagian dari solusi mengatasi masalah yang berhubungan dengan terorisme itu sendiri. Dan ini di inisiasi sejak tahun 2017 dan juga melibatkan K/L serta masyarakat sipil. Karena intisari dari rencana aksi ini adalah the whole government approach dan the whole society approach dan itu kita lakukan dalam penyusunan rencana aksi ini,” ujar Indah yang juga salah satu tim ahli penyusunan RAN PE ini.
Indah menyampaikan bahwa RAN PE yang disusun saat ini awalnya mengusung empat pilar utama dengan masukan dari berbagai pihak yaitu pencegahan yang diantaranya kesiapsiagaan, kontra radikalisasi, deradikalisasi dan perlindungan. Kemudian di pilar berikutnya memasukkan deradikalisasi itu sendiri. Kemudian pilar ketiga adalah penegakan hukum, penguatan kerangka legislasi. Dan pilar keempat adalah kemitraan dan kerjasama internasional.