Jakarta – Penyebararan paham radikal intoleran yang berujung aksi terorisme di Indonesia tak hanya menyasar kepada masyarakat yang kekurangan ekonomi. Namn penyebaran paham kekerasan ini bisa menyasar seluruh kalangan, tak terkecuali individu yang berpendidikan tinggi. Hal ini bisa terjadi, karena akar masalah munculnya radikal terorisme adalah pemahaman ideologi yang salah. Oleh karena itu, perlu adanya literasi perdamaian dan wawasan kebangsaan untuk masyarakat demi menguatkan keberagaman.
Sebagai wujud nyata sinergisitas Badan Nasional Penanggulangan Terorisne (BNPT) dengan Kementerian/Lembaga, Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Civitas Akademika dalam penanggulangan terorisme di Indonesia, Kepala BNPT Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar M.H., bersama Holding Perkebunan Nusantara (PTPN III) dan Universitas Sumatera Utara, menggelar Penandatangan Kerja Sama (PKS) pada Selasa (15/6/2021) di Jakarta. Acara ini diikuti oleh 1.300 peserta yang terdiri dari PTPN III dan USU melalui aplikasi zoom meeting.
Penandatangan Perjanjian Kerja Sama ini dihadiri oleh Pejabat Eselon I dan II di lingkungan BNPT, serta dihadiri oleh penyelenggara acara yakni Direktur Utama III (persero) Mohammad Abdul Ghani serta jajaran, dan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Dr. Muryanto Amin. Perjanjian Kerjasama ini merupakan tindak lanjut atas pertemuan pembahasan Nota Kesepahaman Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan Kementerian BUMN, pada 28 April 2021 silam.
Perjanjian Kerja Sama dilakukan secara seremonial dengan penandatanganan dari kedua belah pihak. Usai seremonial, Boy Rafli Amar menyampaikan bahwa terorisme merupakan kejahatan kemanusiaan yang berpengaruh terhadap stabilitas nasional. Dampak yang ditimbulkan dari tindak pidana terorisme mengakibatkan kerugian yang besar terhadap negara, dan trauma bagi masyarakat.
“Untuk mencegah meningkatkan aksi maupun korban terorisme di tanah air, negara bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan masyarakat, inilah yang BNPT lakukan guna menjalankan amanat tersebut. Oleh karena itu, saya berharap dengan perjanjian kerja bersama-sama kita dapat menangkal paham radikalisme dan intoleran dari akarnya,” ungkap Kepala BNPT.
Boy juga menambahkan, cepatnya perkembangan informasi teknologi secara global yang dapat mengubah dunia juga menjadi tantangan bagi kita semua, karena saat ini, para kelompok radikal kerap menjadikan teknologi terutama media sosial untuk menyebarkan ujaran kebencian dan pemahaman ideologi yang tidak sesuai dengan Pancasila. Untuk itu, BNPT bersama seluruh stakeholder akan terus bekerja menanggulangi ancaman terorisme di Indonesia dengan menguatkan wawasan kebangsaan untuk seluruh kalangan.
Direktur Utama III (persero) Mohammad Abdul Ghani juga menyampaikan pencegahan paham radikalisme di lingkungan BUMN merupakan sebuah tanggung jawab terhadap negara. Terlebih, PTPN memiliki 127.000 karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia, yang artinya memiliki banyak keberagaman budaya, sosial, maupun agama yang harus tetap disatukan dengan nilai-nilai kebangsaan.
“Agar tidak menimbulkan paham yang bertentangan dengan ideologi negara, kami menyadari pentingnya nilai keberagaman dan toleransi. Kecanggihan teknologi yang tidak terbatas juga bisa menjadi ancaman untuk kita yang tidak pandai memilah informasi. Untuk kami mengajukan PKS dengan BNPT guna meningkatkan solidaritas internal dan menguatkan wawasan kebangsaan,” tutur Abdul Ghani.
Usai penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS), acara dilanjutkan dengan dialog “Moderasi Beragama untuk Menangkal Terorisme dan Terorisme”. Kepala BNPT periode 2016-2020 sekaligus Komisaris Utama PT. Taspen (persero) Komjen Pol. (purn) Drs. Suhardi Alius;, serta 2 narasumber lainnya Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis ( Deputi I BNPT), dan Dr. Muryanto Amin, S.Sos, (Rektor USU).
Perjanjian Kerja Sama (PKS) ini diharapkan menjadi jadi landasan kerjasama dalam pelatihan karakter wawasan kebangsaan dengan PTPN serta kerjasama dalam bidang pendidikan perguruan tinggi. Adapun ruang lingkup dari Nota Kesepahaman ini adalah pertukaran data dan/atau informasi karyawan, pendampinginan penyusunan pedoman internal dalam rangka pencegahan terorisme, penyelenggaraan pendidikan dan /atau pelatihan, sosialisasi pencegahan paham radikal intoleran, screening pegawai dan/atau calon pegawai baru, kegiatan lain yang disepakati oleh para pihak.