Perkaya Wawasan Kebangsaan Untuk Daya Tangkal Dari Ideologi Transnasional

Jakarta – Indonesia harus mampu mengantisipasi berbagai hal terkait pengambilan kekuasaan kelompok Taliban di Afghanistan. Pasalnya, ideologi kelompok Taliban yang identik dengan kekerasan dan senjata, dikhawatirkan akan berdampak ke Indonesia.

Hal itulah yang membuat bangsa Indonesia, terutama generasi muda, harus memiliki nalar kritis yang kuat serta memperkaya wawasan kebangsaan untuk membangun daya tangkal dari berbagai ideologi transnasional tersebut. Ini penting agar masyarakat dan generasi muda tidak mudah tergoda dengan ideologi lain yang berasal dari luar.

”Apa yang terjadi di Afghanistan itu tidak serta merta bisa diterapkan di Indonesia. Oleh karena itu anak muda Indonesia perlu belajar sejarah Indonesia, perlu punya wawasan kebangsaan yang kuat, pemahaman ke Indonesiaan yang kuat, dan bagaimana merawat bangsa ini kedepannya,” ujar Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid di Jakarta, Selasa (24/8/2021).

Alissa mengakui, di Indonesia ada kelompok yang mendukung Taliban. Ia mengingatkan pemerintah harus waspada terkait masalah ini. Pasalnya, Taliban tidak bisa dilepaskan dari sejarah terorisme di Indonesia.

”Terkait dengan orang-orang yang mendukung Taliban di Indonesia, kita harus memastikan mereka ini tidak berkembang jumlahnya dan pergerakannya. Karena hanya dukungan kepada Taliban saja tidak apa-apa, tetapi jangan sampai ikut-ikutan ingin menerapkan ideologi transnasional dari Taliban ke Indonesia. Itu jelas tidak boleh terjadi di Indonesia,” tegas Alissa.

Menurutnya, kemerdekaan yang sudah diraih oleh bangsa Indonesia saat ini sudah seharusnya dirawat agar jangan sampai ada kelompok-kelompok lain yang mempromosikan ideologi dan paham yang berbeda serta bertentangan dengan ideologi bangsa yang sudah dicetuskan oleh founding fathers bangsa ini. Untuk itu diperlukan penguatan rasa kebangsaan dan ke-Indonesiaan kepada segenap warga bangsa.

”Maka dari itu untuk memperkuat daya tangkal seluruh warga bangsa terhadap paham-paham transnasional, kita harus memperkuat sense ke-Indonesiaan dengan memahami bahwa menjadi Indonesia itu ya menjadi Bhineka Tunggal Ika, kita tidak mengacu kepada cara-cara atau ideologi lain,” ucap putri sulung dari Presiden RI ke-4 alm KH. Abdurrahman Wahid ini.

Alissa yang juga menjabat Sekjen Gerakan Suluh Kebangsaan ini menyampaikan, terkait dengan Taliban, sejatinya bangsa ini tidak bisa apa-apa karena itu adalah kedaulatan mereka. Tetapi sebagai dunia internasional, Indonesia bisa berperan sesuai yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa Indonesia turut serta dalam menjaga perdamaian dunia.

”Maka jika nantinya Taliban ini tidak menjaga HAM di sana (Afghanistan), maka Indonesia sudah selayaknya harus bersuara. Sebagaimana seperti juga Indonesia bersuara mengenai yang terjadi Palestina dan lain-lain,” katanya.

Tidak hanya itu, Alissa juga sangat mengkhawatirkan apakah orang-orang yang mendukung Taliban dengan hukum syariahnya ini mengharapkan hal yang sama terjadi di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi masalah besar bila mereka itu ingin menerapkan hukum syariah seperti yang dianut Taliban di Indonesia.

”Karena ini harus betul-betul dipastikan orang kalau orang di Indonesia ini tidak menganut terhadap paham transnasional seperti yang dianut oleh Taliban ini yang ingin mendirikan negara Islam atau Emirate. Jangan sampai itu terjadi dan kita sebagai warga bangsa harus bisa membentengi dengan Bhinneka Tunggal Ika yang dimiliki bangsa ini,” terangnya.

Untuk itu Alissa juga mengingatkan, bahwa dalam sejarahnya kelompok Taliban ini juga sering melakukan kekerasan. Maka ia menyebut sudah sewajarnya jika saat ini dunia skeptis terhadap kelompok tersebut. Gusdurian sendiri sampai saat ini terus memonitor secara seksama situasi yang terjadi di Afghanistam.

”Karena Gusdurian basisnya adalah terkait dengan nilai-nilai, maka itu yang kita lihat betul. Bagaimana nasib hak-hak anak dan perempuan di sana. Apakah akan ada penindasan atau tidak. Sementara terkait dengan penerapan syariat Islam, hal itu bukan menjadi concern kita. Itu yang harus dipahami masyarakat,” kata Alissa Wahid mengakhiri.