Bogor – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) berharap penyesuian struktur organisasi segera terwujud. Ini penting untuk menjalankan perintah Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sekretaris Utama BNPT RI Bangbang Surono, Ak., M.M., CA., mengatakan saat ini ada misi besar BNPT menyesuaikan struktur organisasi. Menurutnya, penyesuaian struktur organisasi menjadi penting karena sesuai amanat UU nomor 5 tahun 2018, tugas BNPT adalah koordinator pencegahan terorisme.
“Jadi organisasi yang kita sedang laksanakan sekarang yaitu strukturnya, masih mengacu kepada Perpres Nomor 46 Tahun 2010 yang didasari dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Nah ini tentunya sudah berbeda nuansanya, karena kalau dulu BNPT dengan undang-undang 15 2003, Perpres Nomor 46 Tahun 2010 tadi kita bisa melakukan penangkapan, bisa melakukan penindakan, tetapi sejak terbit dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, BNPT tidak lagi melaksanakan penegakan hukum, tidak bisa lagi melaksanakan penindakan. Kita hanya banyak berkecimpung di pencegahan,” terang Sestama BNPT di Bogor, Jumat (1/9/2023).
Untuk penindakan dan untuk penegakan hukumnya, kata Sestama, BNPT beralih menjadi koordinator seluruh aparat penegak hukum, mulai dari para penyidik, baik itu kepolisian atau kejaksaan, penuntut kejaksaan maupun kehakiman sampai ke lapas. Karena itulah penyesuaian struktur harus segera dilakukan.
Bangbang menjelaskan sampai hari ini BNPT sudah mengusulkan penyesuaian struktur tersebut agar taat terhadap peraturan. Langkah itu dilakukan karena sesuai peraturan perundangan BNPT adalah organisasi yang melaksanakan pencegahan, tetapi faktanya nomenklaturnya belum berubah.
“Itulah yang perlu kita sesuaikan. Kemudian mandat atau pun amanat di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tadi, BNPT diminta oleh negara kepada Pemerintah, dalam hal ini CQ-nya ke BNPT, sebagai pusat analisis dan pengendalian krisis pada saat kejadian teror. Itu juga belum kita laksanakan, jadi permintaan rakyat kepada negara, negara meminta kepada Pemerintah CQ kepada BNPT, sampai hari ini belum bisa kita wujudkan,” ungkapnya.
Padahal, kata Bangbang, itu penting karena organisasi BNPT akan berjalan efektif apabila kakinya sudah terbentuk ini. Artinya fungsi pencegahannya ada dan fungsi pusat pengendalian krisisnya ada.
“Kalau sekarang kita baru main satu kaki, jadi kalau masih banyak kekurangan, belum sempurna kita laksanakan tugas, karena memang kakinya belum jadi, belum ada. Sehingga kita harus berupaya untuk bagaimana bisa mewujudkan adanya pusat analisis pengendalian krisis. Bukan hanya alatnya yang ada, tetapi legal standingnya harus ada yang bisa memaksa ataupun meminta kepada stakeholders terkait menjadi operator ataupun menginput data masuk ke Pusdalsis tadi,” urainya lagi.
Bila itu sudah ada, lanjut Sestama BNPT, pastinya akan selalu real time terkait dengan informasi bila ada kejadian teror seperti apa. Dengan demikian, bila Presiden ingin tahu, Kepala BNPT bisa jawab. Kalau hari ini dipastikan tidak bisa.
“Kalau Bapak Presiden tanya bagaimana situasi keamanan Jawa Barat dari aksir serangan radikal terorisme, Bapak Kepala BNPT pun tidak bisa jawab. Karena apa kita tidak memiliki data yang real time, yang sumbernya tidak hanya dari human intelligence yaitu dari satgas-satgas kita, ataupun dari satgas-satgas oleh stakeholders terkait, entah itu dari Kemendagri melalui Dukcapil, entah itu dari Polri, dari Densus, ataupun dari Baintelkam-nya, ataupun dari BIN, TNI melalui Bais, ataupun dari KUMHAM, jadi nanti semua harus terintegrasi data tadi. Nah inilah menjadi kekuatan BNPT nantinya,” kata Bangbang.
Untuk itulah, ia berharap penyesuian struktur organisasi segera terwujud karena itu sangat penting. Saat ini, proses masih sedang berjalan dan mudah-mudahan segera direalisasikan melalui Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengganti Perpres Nomor 46 Tahun 2010.
Meskipun dengan keterbatasan tersebut ditambah sarana prasarana serta dukungan anggaran yang optimal, lanjut Sestama BNPT, lembaganya tetap bekerja secara optimal. Itu penting karena tugas BNPT adalah bagaimana menjaga keberlangsungan, keutuhan NKRI dari Sabang sampai Merauke agar tidak terpecah-pecah karena serangan radikal terorisme.
“Ingat itu tugas utama BNP. Kita menjaga keberlangsungan keutuhan NKRI dari Sabang sampai Merauke supaya tidak terpecah-pecah karena serangan radikal terorisme,” tegas Bangbang.
Terkait program secara keseluruhan, jelas Sestama BNPT, dengan belum dilakukannya strukturisasi, masih terjadi ketidaktepatan dalam melaksanakan tugas. Pertama karena strukrur belum sesuai, sangat menyulitkan saat menyusun rencana strategis (renstra). Jadi sangat wajar BNPT masih belum optimal menjalankan tugas dan fungsinya.
“Karena apa? Strukturnya belum sesuai. Kalau strukturnya belum sesuai, otomatis orangnya tidak ada. Kalau orangnya tidak ada, pasti anggarannya juga tidak ada. Jangan sampai ada beban pekerjaan, tetapi pemangku pekerjanya tidak ada, apalagi anggarannya. Ini menyulitkan,” tuturnya.
Kedepan, bila strukturisasi itu telah berjalan, maka Renstra akan terprogram dalam rencana kerja 5 tahunan karena Renstra itu disusun mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Pemerintah. Juga kepada rencana pembangunan jangka menengah Pemerintah.
“Jadi tidak boleh BNPT lari sendiri. Tapi harus sesuai dengan RPJP dan RPJMN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Pemerintah, RPJPN dan RPJMN. Nah Renstra ini sebagai guidelineguideline seluruh unit kerja di BNPT di dalam melaksanakan tugas fungsinya untuk mencapai visi, misinya mau seperti apa,” terang Bangbang.
Menurutnya, Renstra ini idealnya ada kedeputian sendiri di BNPT yaitu kedeputian sistem dan strategi seperti di lembaga pemerintah lain. Makanya strukturisasi ini sangat penting karena kalau struktur baru terbentuk semua program pasti akan terarah. Kalau sudah terarah capaian dan indikator kinerjanya pasti terukur.
Ia mencontohkan, di Kesestamaan selama ini melaksanakan program kegiatan teknis yang seharusnya tidak boleh. Tetapi karena belum ada strukturnya, akhirnya daripada tidak ada yang mengerjakan sementara dipindahkan dulu ke Kesestamaan. Seperti kegiatan sinergitas antar Kementerian Lembaga.
“Coba kalau ke depan nanti ada strukturnya, harusnya ini kegiatan teknis. Tapi karena tidak ada yang mengampu, akhirnya sementara supaya ini tetap jalan, kita ada kegiatan namanya sinergisitas antar Kementerian Lembaga, dalam hal penanggulangan terorisme,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa terorisme bukan hanya kejahatan luar biasa, tetapi juga kejahatan yang melanggar kemanusiaan, kejahatan yang terhubung dengan luar negeri atau transnasional. Bahkan UU Nomor 5 2018 menyatakan kejahatan terorisme bukan lagi extraordinary crime, tetapi sudah serious crime sehingga penanganannya tidak sembarangan tetapi harus serius dan terukur.
“Salah penanganan bahaya. Begitu pula kejahatan radikal terorisme, sehingga negara menempatkan bahwa ini kejahatan serius. Salah penanganan hancur ini,” pungkas Bangbang Surono.