Malang – Wakil Rektor 4 Universitas Brawijaya Malang, Dr Ir Moch Sasmito Djati MS mengatakan, perguruan tinggi harus hati-hati dan mewaspadai radikalisme dan terorisme. Kedua isu itu (radikalisme dan terorisme) itu juga menjadi bahasan utama dalam rapat pimpinan perguruan tinggi dengan Menristekdikti di Jakarta.
“Menristekdikti mengimbau dan meminta kami agar berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan menghadapi isu radikalisme dan terorisme yang diduga banyak berkembang di perguruan tinggi. Jika dibiarkan, kedua faham itu bisa menghancurkan negara dan bangsa,” kata Dr Ir Moch Sasmito Djati MS di Malang, Kamis (27/7/2017).
Seperti dilansir ‘suryamalang.com’, Sasmito menyatakan, meski tidak secara eksplisit menyebutkan HTI, Menristekdikti mengatakan sudah menemukan beberapa dosen yang terlibat dalam ormas yang terlibat radikalisme. Namun, di Universitas Brawijaya Malang belum ada data pasti dosen atau mahasiswa yang terlibat HTI, apalagi pelarangan ormas itu baru dilakukan pekan ini.
Dikatakan, Menristekdikti mengharap adanya upaya preventif dari setiap pihak kampus. Sesuai prinsip, Universitas Brawijaya sebagai bagian dari negara akan menyerahkan pada aparat terkait jika ada sivitas akademika yang terlibat dengan masalah hukum.
“Kami akan melakukan pendekatan persuasif pada dosen atau karyawan yang terlibat. Sebagai lembaga pendidikan tinggi yang memiliki fungsi dan misi pemerintahan negara, kami akan tetap berpegang teguh pada ideologi negara. Kemudian jika melanggar hukum, baru kami serahkan ke aparat di ranah hukum,” terang Wakil Rektor bidang Kerja sama itu.
Moch Sasmito Djati menambahkan, Universitas Brawijaya tidak terlalu khawatir karena pendidikan tinggi pasti mengalami dinamika beragam. “LGBT yang baru saja menyerang universitas ini dan kami selesaikan dengan baik. Didiskusikan dengan mahasiswa yang namanya terlibat. Selama mahasiswa memiliki kemampuan intelektual, radikalisme dan terorisme akan mereka hindari dengan sendirinya,” lanjutnya.
Rektor Universitas Negeri Malang, Prof Dr Rofiuddin mengakui bahwas fenomena tersebut ada di semua lini kehidupan dan tidak terkecuali dunia akademik. “Kampus memang harus bersih dari paham radikal dan perlu pembinaan untuk kembali ke 4 pilar kebangsaan,” katanya.
Mengenai apakah ada sivitas akademika Universitas Negeri Malang yang terlibat, Rofiuddin mengatakan masih akan mengkaji lebih lanjut. “Masih kami dalami apakah ada sivitas akademika UM yang terlibat. Jika memang ada, akan kami ajak bicara dan dinasehati untuk kembali ke Pancasila dan UUD 1945,” tuturnya.