Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) melihat keterlibatan perempuan dalam terorisme meningkat. Peningkatan keterlibatan perempuan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kemajuan teknologi.
Hal itu dikatakan Deputi Kerja Sama Internasional BNPT RI Andhika Chrisnayudhanto. Menurutnya sesuai data dari penelitian yang dilakukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) BNPT RI bersama sejumlah lembaga riset pada tahun 2020 bahwa perempuan, generasi muda, dan aktif di internet memiliki indeks potensi terpapar radikal terorisme yang tinggi.
“Survei tahun 2020.Perempuan generasi muda dan aktif di internet mencatat indeks potensi radikalisme lebih tinggi sehingga rentan terpapar narasi radikal,” kata Andhika dalam forum Joint Synergy to Eradicate Terrorism: Narasi Gen Z “Saring Sebelum Sharing” di Jakarta, Selasa (23/5/2023).
Namun, lanjut Andhika, tidak berarti laki-laki tidak rentan terhadap terorisme. Kelompok teror memanfaatkan kerentanan masyarakat sehingga baik laki-laki maupun perempuan, dari berbagai latar belakang sosial berpotensi terpapar. Oleh karena itu, perlu adanya sinergi dalam memberantas terorisme hingga ke akarnya.
Narasumber lainnya, pendiri Yayasan Prasati Perdamaian sekaligus pakar terorisme Noor Huda Ismail mengatakan memberantas terorisme tidak cukup dengan melakukan kontra narasi dan meluruskan pemahaman yang ekstrem saja, tetapi juga mengelola teknologi yang dipakai dalam mempropagandakan paham tersebut dalam hal ini media sosial. Selain itu, literasi digital juga harus ditingkatkan agar masyarakat bijak dalam bermedia sosial.
“Media sosial memerdekakan mereka (masyarakat) untuk bergabung (ke kelompok teror), asal pegang handphone bisa kena, radikalisasi tidak berbicara secara paham saja tapi juga teknologi, perlu kerja sama semua pihak termasuk pengelola teknologi informasi,” kata Noor Huda.