Sleman – Upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya radikalisme dan terorisme terus dilakukan oleh semua elemen, termasuk kaum perempuan. Keterlibatan kaum perempuan diharapkan bisa berperan aktif dalam melakukan pencegahan dini radikalisme dan terorisme mulai dari lingkungan dan keluarga.
Hal itu mengemukan pada kegiatan bertajuk ‘Sosialisasi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme’ di Puri Mataram Sleman, Kamis (20/7/2023). Kegiatan ini dihelat Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kebangpol) DIY diikuti puluhan peserta terdiri ibu-ibu Penggerak PKK di Sleman dan Relawan Kemanusiaan.
Sosialisasi menghadirkan empat narasumber, Yuni Satia Rahayu (Anggota DPRD DIY), Retno Dwi Hastuti (Forum Pembauran Kebangsaan/FPK DIY), Ipda Artarina (Tim Pencegahan SGW DIY), Dwi Susiadi (mantan Napiter) dipandu moderator Salsabila Nathania.
Analis Kewaspadaan Dini Masyarakat, Badan Kesbangpol DIY, Winarni SH MH menuturkan, perkembangan kejahatan terorisme global telah menunjukkan peningkatan yang signifikan, baik modus, kuantitas dan kualitasnya. Sehingga perlu upaya-upaya pencegahan yang masif dan dilakukan bersama.
“Tujuan sosialisasi ini untuk mencegah radikalisme yang dapat berkembang menjadi ektremisme dan aksi terorisme. Peserta sosialisasi diharapkan menjadi agen-agen pencegah di lingkungannya masing-masing,” katanya kepada KR di sela kegiatan.
Anggota DPRD DIY Yuni Satia Rahayu mengulas soal peran perempuan dalam pencegahan dan penanggulangan radikalisme, ektremisme, dan aksi terorisme. Menurutnya, di ranah domestik, perempuan memiliki peran sebagai ibu dan istri, bekerja sama dengan anggota keluarga, terlebih suami dalam menjaga anggota keluarganya dari paparan radikalisme.
Sedangkan di ranah publik, perempuan dengan segala posisinya memerankan diri menjadi agen antiradikalisme dan terorisme pada sektor-sektor sosial maupun kerja. Misalnya di organisasi sosial yang diikuti, dan di tempat kerja.
“Perempuan dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan keamanan dan mendeteksi serta melakukan pencegahan sejak dini terhadap radikalisme,” kata Yuni.
Retno Dwi Hastuti mengatakan, masyarakat memiliki peran penting dalam pencegahan ektremisme. Yaitu melalui penanaman nilai-nilai luhur yang berdasarkan Pancasila di level keluarga. Kemudian dengan memaksimal peran lingkungan sosial yang paling kecil seperti RT/RW. Bisa juga dengan membentuk forum dalam masyarakat yang bergerak dalam pencegahan ekstremisme (membuat konten positif).
Artarina mengatakan, strategi pencegahan radikalisme, ektremisme dan terorisme dengan melakukan kontra ideologi, yaitu menguatkan ideologi kebangsaan. Kemudian, kontra radikal melibatkan seluruh stakeholders. Dan kontra narasi terhadap propaganda negatif di media sosial serta membentuk komunitas untuk berkontribusi di media.
Sedangkan Dwi Susiadi membagikan pengalamannya terpapar radikalisme hingga menjadi napiter. Menurutnya, kesalahannya adalah fanatisme berlebih tanpa melakukan perbandingan. Setelah melakukan introspeksi, dirinya menemukan bahwa NKRI dibangun melalui konsesus bersama Pancasila, yang itu sesuai dengan nilai-nilai agama.