Samarinda – Perekrutan calon teroris jaringan internasional sudah
masuk ke Indonesia melalui game daring. Karena itu para orang tua
diingatkan untuk sering memantau game yang dimainkan anak.
“Perekrutan calon teroris jaringan internasional yang sering melalui
media sosial, tapi sekarang sudah dilakukan pula melalui game daring
yang memang digemari remaja dan anak-anak,” ujar Pengamat Intelijen
dan Keamanan Nasional Dr Stepi Anriani saat menjadi narasumber seminar
oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kaltim di
Samarinda, Rabu (11/10/2023)..
Stefi mengajak para orang tua, terutama kaum ibu, aktif memantau
ketika anak memainkan gawai, baik gawai yang digunakan untuk medsos
maupun untuk main game daring, tentunya pemantauan yang dilakukan
harus dengan cara lembut dan melihat situasi agar anak tidak
tersinggung.
Menurutnya, pola yang dilakukan oleh perekrut awalnya adalah melalui
percakapan saat bermain game daring, dimulai dari asal negara atau
asal daerah, dilanjutkan dengan hal lain yang kemudian sampai
pencucian otak untuk anggota baru yang disiapkan menjadi teroris.
Perekrut dari ISIS, kata Stepi, dalam pencucian otak kepada calon
teroris, selalu melakukan propaganda agama sehingga anggota baru yang
tidak memiliki landasan agama dengan benar, maka akan mudah
terpengaruh dan rela bergabung, kemudian berjuang untuk ISIS.
“Padahal ISIS berjihad bukan untuk agama, namun mereka berjuang untuk
kekuasaan dan untuk teritorial, sedangkan mereka membungkus perjuangan
demi agama, tujuannya adalah untuk menarik simpati orang yang
seagama,” katanya.
Kegiatan itu dibuka oleh Subkoordinator Partisipasi Masyarakat Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Maira Himadhani. Tema
kegiatan ini “Perempuan Teladan, Optimis dan Produktif (TOP), Cerdas
Digital, Satukan Bangsa”.
Maira mengatakan, radikalisme dan terorisme menjadi salah satu
tantangan besar bagi keamanan masyarakat dan kedaulatan bangsa.
Hasil survei oleh BNPT tahun 2020 menyatakan, faktor yang paling
efektif dalam mereduksi potensi radikalisme secara berturut turut
adalah diseminasi sosial media, Internalisasi kearifan lokal, perilaku
kontra radikal, dan pola pendidikan keluarga pada anak.
Perempuan memiliki posisi sangat vital dalam keluarga, bahkan dalam
masyarakat secara lebih luas, bahkan perempuan memiliki peran
strategis dalam membentengi keluarga dan masyarakat dari segala bentuk
penyebaran dan ajakan kelompok radikal terorisme.
“Seorang Ibu bisa menjadi partner dialog bagi anaknya, kemudian
sebagai seorang istri, perempuan bisa menjadi partner diskusi suaminya
dalam berbagai hal, termasuk dalam pemahaman ajaran agama yang
diharapkan menjadi filter awal/ pendeteksi awal dari setiap
kejanggalan yang ditemukan dalam keluarga,” katanya.