Malang – Peraturan Daerah (Perda) tentang Pesantren, akan fokus pada
pengakuan lulusan pesantren. Agar nantinya siapapun yang purna
belajar, akan memiliki hak dan kesempatan yang sama. Perda Pesantren
ini diyakini bisa menjadi alat untuk mitigasi persebaran radikalisme.
Hal itu dikatakan mantan anggota HTI, Zamroni Fauzan saat jadi
narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung
Radio City Guide 911 FM, Selasa (9/7/2024).
Ia menjelaskan, lembaga besar Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama, perlu memantau ormas-ormas sampai di kalangan Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM). Karena radikalisme bisa masuk lewat sini.
“Karenanya, dengan adanya Peraturan Daerah Pesantren, bisa lebih
kontrol lingkungan pesantren. Sehingga ini juga bisa dikatakan sebagai
mitigasi persebaran radikalisme,” tegasnya.
Zamroni menambahkan, untuk saat ini banyak aksi aksi radikalisme yang
berkedok kegiatan mahasiswa.
Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Ahmad Farih Sulaiman mengungkapkan
dalam Perda Pesantren, yang menjadi salah satu Perda Inisiatif DPRD
Kota Malang ini, juga akan diatur soal fasilitasi dan standarisasi.
“Khususnya untuk pondok pesantren yang memiliki madrasah, akan lebih
diperhatikan kembali. Terutama yang menyangkut soal kurikulum,”
katanya.
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Malang, Prof Dr H Nur
Ali menambahkan, pihaknya sangat setuju ketika DPRD dan Pemkot Malang,
membuat peraturan daerah soal pesantren.
Hal ini menandakan kalau pemerintah daerah peka terhadap kebutuhan
masyarakat. Sebagai kepanjangan dari Undang Undang No 18 tahun 2019
tentang Pesantren.
“Dengan adanya perda, akan ada alat untuk kontrol dan evaluasi.
Apalagi Kota Malang sebagai Kota Pendidikan, memiliki beberapa pondok
pesantren sekaligus didalamnya ada madrasahnya,” ujar Prof Nur Ali.
“Bahkan sudah banyak orang tua yang percaya Kota Malang, dengan
menyekolahkan anaknya dalam pesantren di Kota Malang. Maka dengan
Perda Pesantren ini, akan semakin tertata pergerakan pesantren,”
tegasnya.