Jakarta – Pemerintah membentuk Satuan Tugas Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) untuk meningkatkan kecepatan dan efektivitas penanganan tindak pidana pendanaan terorisme. Selain itu, pemerintah juga membangun platform sistem pertukaran informasi pendanaan terorisme untuk mendukung hal tersebut.
“Kegiatan terorisme tidak dapat dilepaskan dari aktivitas pendanaan yang dilakukan oleh para pelaku terorisme,” kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae dikutip dari laman bisnis.com, Sabtu (16/1/2021) akhir pekan kemarin.
Dia memaparkan secara keseluruhan masih banyak ditemukan pola transaksi penggalangan dana baik melalui media sosial yang dilakukan oleh individu maupun organisasi yang digunakan untuk mendukung aksi terorisme baik di dalam dan di luar negeri.
PPATK juga mencatat jumlah donasi yang signifikan ke luar negeri yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme di Irak dan Suriah. Selain itu, PPATK juga membantu dalam penelusuran dana organisasi yang dilarang oleh pemerintah.
Data PPATK menunjukkan sampai dengan Oktober 2020, transaksi mencurigakan terkait terorisme mencapai 1.287 kasus. Kendati turun 2,4 persen dibandingkan tahun lalu, transaksi mencurigakan terorisme tetap tinggi dan masuk peringkat 4 besar di bawah korupsi dan narkoba.
Adapun modus penggalangan dana yang dilakukan organisasi atau yayasan yang terafiliasi dengan terorisme juga beragam. Namun lazimnya, organisasi-organisasi itu, menggalang dana dari masyarakat dengan modus bantuan kemanusiaan yang disalurkan melalui rekening perbankan.
Menariknya, data intelijen keuangan menunjukkan ada kecenderungan proses penggalangan dana tersebut dilakukan lewat bank umum, bukan menggunakan bank syariah yang mekanisme kerjanya sesuai prinsip syariah Islam.
Hal ini tampak dari sisi persentasenya penggunaan bank untuk fundraising, penggunaan bank umum mencapai 64 persen atau jauh lebih besar dibandingkan bank syariah yang hanya 36 persen.
“Hal ini dikarenakan jaringan bank umum lebih luas dan juga fasilitas lainnya,” demikian tulis laporan tersebut..
Hasil identifikasi lembaga intelijen keuangan itu juga menemukan aliran dana yang diduga terkait dengan pendanaan terorisme itu mengalir ke rekening milik 8 ormas atau yayasan. Aliran dana tersebut sebagian besar dihimpun dari dalam negeri dengan modus pengumpulan donasi melalui media sosial maupun pencantuman rekening perbankan atau nasabah ormas.
Setelah terkumpul, dana tersebut kemudian disimpan dalam berbagai jenis simpanan yang disediakan perbankan. Umumnya simpanan ormas atau yayasan yang dicurigai mendanai aksi teror tersebut dalam bentuk giro. Persentasenya mencapai 56,76 persen.
Sementara sisanya, dalam bentuk tabungan bisnis 10,8 persen, tabungan dengan internet banking 2,7 persen, tabungan 27,03 persen, dan deposito 2,7 persen.