Tarakan – BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Utara, Rabu (31/10/2018), menggelar kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme. Kepada mereka dikenalkan gejala awal keterpaparan radikalisme sebagai penyebab lahirnya aksi terorisme.
Kegiatan penguatan kapasitas penyuluh agama dilaksanakan di Kota Tarakan, menghadirkan sedikitnya 100 penyuluh agama berstatus ASN dan non ASN. Tidak hanya penyuluh agama Islam, melainkan juga penyuluih agama Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu.
“Kenapa semua penyuluh agama harus memahami bahaya terorisme? Karena tidak ada satu agamapun yang membenarkan aksi terorisme,” kata Kepala Subdirektorat Pemulihan Korban Direktorat Perlindungan BNPT, Kolonel (TNI) Rudi Widodo mengawali paparannya.
Rudi menegaskan, secara umum terorisme acapkali disebut terjadi secara mendadak. Padahal terjadinya aksi terorisme bisa dikenali lewat sejumlah gejala, di mana penyuluh agama dinilai penting untuk mengenalinya.
“Apa saja gejala terorisme? Gejalanya antara lain bisa dilihat dari munculnya orang atau kelompok yang berpaham radikal, menolak keberagaman, mengancam dan menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendaknya,” jelas Rudi.
Penyuluh agama, masih kata Rudi, adalah profesi yang tepat untuk menyadarkan masyarakat yang terpapar paham radikal terorisme, yang ciri-cirinya antara lain bersikap tertutup dan eksklusif, susah bersosialisasi dengan tetangga, dan merasa paling benar dalam urusan agama. “Radikalisme itu ideologi, bisa diatasi dengan pemahaman yang benar. Penyuluh agama memiliki kemampuan meluruskan ideologi menyimpang di masyarakat,” ujar Rudi menyemangati.
Rudi yang berlatar belakang kesatuan Zeni TNI tersebut juga mengungkapkan, ada 4 lapisan keterpaparan radikalisme hingga keterlibatan di aksi terorisme. Keempatnya yaitu kelompok inti, militan, pendukung, dan simpatisan.
“Inti itu ideolog, militan sudah mengikuti pelatihan militer. Sedangkan pendukung biasanya menggalang dana, dan simpatisan adalah sependapat dengan ideologi radikal. Bukan tidak mungkin keampatnya ada tengah masyarakat, dan di sinilah penyuluh agama bisa berperan,” jelas Rudi.
Dalam paparannya perwira menengah ini juga menyebut prosentase penyebab munculnya kelompok radikal terorisme, di mana angka terbesar adalah faktor pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama. Pendekatan lunak melalui pembinaan pemahaman ajaran agama yang baik dan benar disebutnya sebagai langkah terbaik untuk mencegah semakin tersebarluaskannya paham radikal terorisme. [shk/shk]