Jakarta – Deputi bidang Pencegahan, Perindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen Abdul Rahman Kadir, mensosialisasikan UU No.5 tahun 2018 sebagai perubahan atas UU No.15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Penyuluh Agama sebagai bagian dari elemen masyarakat bisa mengimplementasikan apa yang terkandung dalam payung hukum baru tersebut.
Sosialisasi tersebut dilakukan di sela pembukaan kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme di Jakarta, Kamis (5/7/2018).
“Bapak dan Ibu silahkan membaca isi Undang-undang tersebut. Di dalamnya diatur bagaimana pencegahan terorisme dilakukan, ada pasal khusus tentang itu,” kata Rahman.
Terkait disahkannya UU No.5 tahun 2018, lanjut Rahman, merupakan respon atas perkembangan terorisme di Indonesia yang belum menunjukkan tanda-tanda kana surut.
“Kasus bom di Surabaya misalnya, itu di luar batas kemanusiaan. Anak-anak tak berdosa dilibatkan. Bapak dan Ibu penyuluh kami minta tak lelah mengkampanyekan, terorisme adalah penyalahartian ajaran agama, bukan sesuatu yang diajarkan oleh agama,” jelas Rahman.
Dalam kesempatan yang sama, perwira tinggi TNI AD dari kesatuan Kopassus tersebut, mendorong penyuluh agama untuk memperbarui metode dakwahnya. Di era kemajuan teknologi saat ini, penyuluh agama dituntut mampu membuat materi dakwah yang mudah diterima masyarakat, namun tidak menghilangkan tujuan dasar pencerahan.
“Di sini urgensi kenapa BNPT dan FKPT menggelar penguatan kapasitas. Kita harus memiliki persepsi yang sama tentang terorisme, peta kerawanan dan cara menanggulanginya,” pungkas Rahman.
Menutup sambutannya, Rahman mengingatkan tugas penanggulangan terorisme tidak bisa dilakukan oleh aparat pemerintah dan keamanan sendiri. Peran serta masyarakat secara aktif dibutuhkan untuk membantu pencapaian keberhasilan. [shk/shk]