Jakarta – Dosen Kajian Terorisme Universitas Indonesia yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Asep Usman Ismail, menilai munculnya kembali teror kepada ulama bisa mengindikasikan menguatnya kelompok ideologi ekstrim yang tidak menyukai agama dan simbol-simbol agama. Penilaian itu disampaikan terkait kasus penyerangan Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Kalau kita perkirakan ada kekuatan lain yang tak suka dengan umat beragama? iya itu bisa. Menguatnya kelompok ideologi ekstrim yang tidak suka dengan agama, yang menganggap agama adalah candu, menganggap tokoh agama adalah bagian yang harus diteror. Itu harus digali,” kata Prof Asep Usman dikutip dari Republika.co.id, Rabu (3/05/2023).
Asep mengatakan para ulama kerap berceramah dan berkhotbah dari satu mimbar ke mimbar lain. Seringkali para ulama menyampaikan pesan-pesan yang mendukung kebijakan pemerintah, terkadang juga menyampaikan kritik membangun kepada pemerintah. Sementara MUI menjadi simbol kebebasan dalam kehidupan beragama.
“Kita tak mengetahui (pelaku) ini bekerja atas dirinya sendiri, atau kelompok sebetulnya. Kita hanya bisa meraba. Tapi kaya kasusnya (teror kepada ulama) tidak sekali. Hipotesa kita yang rasional itu tidak bisa karena faktor kebetulan, pasti ada skenario, pemikir di belakangnya harus diungkap,” katanya.
Ia menambahkan bahwa kematian pelaku teror di kantor MUI yang tidak segera di jelasan penyebabnya telah memancing berbagai spekulasi di masyarakat.
“Ini kenapa harus dimatikan? Siapa yang mematikan? Ini kan orang sebenarnya ngga kenapa-kenapa. Cuma menyerang lalu oleh pihak security MUI dilumpuhkan, pistolnya diambil lalu kenapa tiba-tiba jadi mati. Siapa yang mematikan? Jadi tanda tanya besar. Kita ngga bisa begitu saja. Malah ini semakin tidak bisa dijelaskan dengan baik dan benar, semakin muncul spekulasi-spekulasi tentang ada sesuatu yang terencana,” katanya.
Kasus teror terhadap ulama bukan kali ini terjadi. Sepanjang 2021-2022 telah terjadi beberapa kali penyerangan dan teror terhadap ulama. Termasuk pada almarhum Syekh Ali Jaber. Namun demikian dalam beberapa kasus lara pelaku teror dan penyerangan lepas dari jerat hukum karena divonis mengalami gangguan kejiwaan.
Karena itu Prof. Asep Usman mengatakan hal+hal tersebut tidak dapat sepenuhnya bisa diterima oleh masyarakat tanpa adanya pembuktian yang benar. Begitu pun dengan pelaku teror yang terjadi di kantor MUI, menurutnya Polri harus dapat menjelaskan detail sebab kematian pelaku.
“Ini betul-betul harus diselesaikan dengan tuntas. Kita minta penegak hukum, kita masih percaya sepenuhnya tentang profesionalisme penegak hukum, coba ungkap motivasinya kenapa tiba-tiba mati, siapa yang mematikan. Itu pertanyaan besar yang harus dijawab,” katanya.