Jakarta – Persebaran berita bohong atau palsu (hoax) di Indonesia sudah mencapai tahap mengkhawatirkan. Hal itu bisa membuat rasa toleransi yang ada di antara masyarakat bisa semakin hilang. Informasi atau berita palsu bahkan bisa menimbulkan perpecahan antar-anak bangsa hingga mengganggu persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Toleransi kita menjadi tipis di era medsos saat ini. Jadi, itu beberapa akar persoalan yang harus kita tangani bersama,” kata Ketua Masyarakat Indonesia Anti-Hoax (MIAH) Septiaji Eko Nugroho seperti dikutip Okezone.com, Jumat (9/3/2018).
Dirinya merasa miris dengan sikap para politikus di Tanah Air yang tidak bisa menjadi contoh untuk masyarakat dengan berpolitik secara santun dan baik. Padahal, mereka merupakan tokoh publik yang sudah pasti sikapnya akan ditiru para konstituen.
“Jadi problem ketika di medsos karena literalisasi yang rendah dan polarisasi akibat isu-isu politik. Di mana salah satu sumber persoalan yang sering kita jumpai elite-elite politik kurang elegan. Jadi dalam melakukan kontestasi politik, mereka kurang sportif atau kurang berjiwa besar jadi kurang terlatih memberikan apresiasi kepada lawan politiknya,” jelas dia.
Septiaji menambahkan, hoax menyebar juga karena banyaknya akun anonim. Sehingga, masyarakat akan terlihat bingung untuk memilih berita mana yang benar atau tidak.
“Kami ingin dari pemerintah, dalam hal ini Kominfo, minimal bisa meminta dan memberikan ketegasan operator agar tidak menjual kartu perdana tanpa identitas yang jelas. Saat ini sudah ada mekanisme, tapi kenyataanya masih ada yang bisa mendapatkan kartu perdana tanpa memberikan identitas. Ini masalah awal yang harus ditangani pemerintah,” ujarnya.
Lebih lanjut septiaji menambahkan, pemerintah harus berani menekan penyedia media sosial seperti Facebook, Google, Twitter, dan Instagram untuk serius menangani konten yang menyesatkan.