Penurunan Serangan Terorisme Akibat Sel-Sel Teroris Kini Gunakan Pola Soft Approach

Jakarta –  Pola pergerakan sel teroris akhir-akhir ini mengalami perubahan drastis. Dari sebelumnya gencar melakukan serangan atau aksi terorisme, kini aksi-aksi itu mengalami penurunan. Salah satunya berkat masifnya penindakan oleh aparat penegak hukum dan program-program pencegahan yang dilakukan pemerintah.

“Sel-sel terorisme berubah pola gerakannya dari yang hard jadi soft approach, di atas permukaan mereka menggunakan jubah agama, di bawah permukaan mereka melakukan gerakan ideologis secara masif dan terstruktur,” ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel di Jakarta, Rabu (12/7/2023).

Pernyataan tersebut dia sampaikan dalam kegiatan bedah buku Radikalisme, Terorisme, dan Deradikalisasi di Indonesia karya As SDM Polri Irjen. Pol. Dedi Prasetyo dan anggota Kompolnas Mohammad Dawam.

Rycko menyebut fenomena penurunan serangan teror dari 2018 sampai dengan 2022 seperti teori gunung es. Kini kelompok penganut paham kekerasan tidak lagi secara terang-terangan menunjukkan eksistensinya melalui serangan fisik, tetapi melalui pendekatan lunak yang dibungkus dengan narasi dan simbol keagamaan.

Menurut dia, tidak sedikit masyarakat yang terhasut dengan narasi tersebut, bahkan secara sadar setuju untuk melakukan kekerasan atas nama agama. Ia menegaskan bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan dan intoleransi.

“Tidak ada agama satu pun yang mengajarkan tentang kekerasan, yang tidak bisa menerima perbedaan,” tuturnya.

Lebih lanjut eks Kalemdiklat Polri tersebut mengatakan bahwa kerja sama merupakan kunci untuk memutus mata rantai radikalisme dan terorisme. Oleh karena itu, seluruh unsur di negeri ini harus terlibat dalam pencegahan.

“Dalam menghadapi masalah atau fenomena sosial seperti ini, kami tidak bisa bekerja sendiri-sendiri, multi-stakeholder collaboration is a must, semua berkolaborasi,” ujar Rycko.