Presiden RI Ir. Joko Widodo pada Rabu tanggal 7 Juni 2017 melantik sembilan orang Dewan Pengarah dan seorang sebagai Eksekutif Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Kesembilan Dewan Pengarah yakni Megawati Soekarnoputri, Try Sutrisno, Ahmad Syafi’i Maarif, Said Agil Siraj, Maruf Amin, Muhammad Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe dan Wisnu Bawa Tenaya. Adapun seorang Eksekutif yakni Yudi Latif.
UKP-PIP dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017. Tugas UKP-PIP adalah membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Fungsi UKP-PIP antara lain merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan menyusun garis-garis besar haluan ideologi Pancasila dan roadmap pembinaan ideologi Pancasila. UKP-PIP juga berfungsi sebagai unit yang dapat memantau, mengevaluasi dan mengusulkan langkah strategi untuk memperlancar pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila serta melaksanakan kerjasama dan hubungan antar lembaga dalam pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila.
UKP-PIP hadir di tengah terjadinya dehidrasi ideologi masyarakat Indonesia. Laksana seorang pengembara yang dahaga berjalan di tengah gurun Sahara NKRI, masyarakat Indonesia disuguhi banyak ideologi radikal yang berhaluan ke kiri dan ke kanan alias ekstrem kiri dan ekstrem kanan. Ia hadir dengan upaya menjaga, menanamkan dan melestarikan ideologi Pancasila kepada segenap masyarakat dan seluruh komponen bangsa Indonesia di tengah tantangan dari ideologi lain. Jika kondisi ini dibiarkan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, ideologi Pancasila tidak mustahil tinggal nama dan pemanis bibir bagi setiap masyarakat dan segenap bangsa Indonesia.
Eksistensi UKP-PIP bagaikan seorang chef, ahli masak, seorang koki profesional yang bertugas menghidangkan menu makanan ideologi bagi seluruh bangsa Indonesia terutama kalangan generasi muda, mahasiswa dan siswa pada seluruh jenjang level pendidikan. Sebagai seorang koki wajib meracik bahan dasar ideologi Pancasila untuk dihidangkan di atas meja zaman setiap generasi muda dan tidak membiarkan meja zaman kosong dengan hidangan agar mereka tidak mencari dan menyantap ideologi lain yang tidak sesuai dengan konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia.
Jika masyarakat Indonesia menyantap ideologi selain Pancasila dalam kehidupan bernegara berbangsa dan bermasyarakat dan jika anak bangsa menelan mentah-mentah ideologi radikal, ancaman kehidupan berbangsa dapat melahirkan disintegrasi di tengah masyarakat. Banyak fakta tidak sedikit bukti berbicara warga negara Indonesia menjadi galau dan kacau dalam kehidupan mereka.
Paham keagamaan dijadikan ideologi. Interpretasi paham yang sudah punah dalam sejarah dan pupus pada masanya dihidupkan lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia tanpa dipahami dan didalami secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan historis, sosiologis, antropologis dan geopolitik. Rongsokan sejarah peradaban bangsa Arab-meminjam istilah Buya Syafi’i ‘misguided Arabic cultures’ yang berdarah-darah seolah menjadi harapan yang wajib diwujudkan.
Masyarakat yang tidak paham dan tidak mau memaham nilai-nilai yang terkandung dalam empat konsensus bangsa terutama kandungan nilai Pancasila dapat dengan mudah menelan mentah-mentah ideologi selain Pancasila. Sementara belum memahami esensi ideologi Pancasila buru-buru menjadikan ideologi lain sebagai ilusi yang diakui wajib diwujudkan tanpa memahaminya dengan multi approach.
Oknum penyelenggara negara yang melanggar tata nilai ideologi Pancasila, tetapi Pancasila yang disalahkan dan ditolak seolah tidak ada nilai yang positif segala yang terkait dengan Pancasila. Ideologi negara ini lalu diharamkan dikafirkan dan di-thogut-kan. Terjadilah anarkisme, ekstremisme, dan terorisme yang menjadikan bahasa agama sebagai alat legitimasi berlindung di balik simbol agama. Agama seolah menjadi satu-satunya cara menumpas kemungkaran.
Sementara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT RI) dibentuk atas dasar Instruksi Presiden Nomor 46 Tahun 2010. BNPT mengemban amanat sebagai badan yang mengkoordinasikan penanggulangan terorisme dengan segenap Kementerian Lembaga, ormas kepemudaan, kedaerahan dan keagamaan dalam hal penyusunan strategi, pembuatan kebijakan dan perencanaan program dalam menanggulangi tindak pidana terorisme dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.
Antara UKP PIP dengan BNPT merupakan lembaga negara yang berperan merumuskan strategi, kebijakan, dan program serta mengkoordinasikan antar lembaga baik dalam meningkatkan pembinaan ideologi Pancasila maupun penanggulangan terorisme dengan mengedepankan upaya kontra radikalisasi dan Deradikalisasi. Dalam hal strategi kontra radikalisasi program penguatan imunitas segenap masyarakat perlu dikokohkan dengan memperbanyak narasi alternatif yang sarat dengan nilai-nilai ideologi Pancasila.
Demikian pula strategi Deradikalisasi yang ditujukan kepada para binaan dalam Lembaga pemasyarakatan dan di luar lembaga pemasyarakatan yang telah terpapar dengan radikalisme, BNPT menyiapkan sasaran dan binaan yang tidak mengakui atau pernah mengakui ideologi Pancasila. Sementara UKP PIP menyiapkan rumusan dan narasi pembinaan wawasan kebangsaan dengan mengedepankan ideologi Pancasila sebagai materi yang harus ditanamkan dan dikokohkan ke salam diri setiap masyarakat pada umumnya dan kepada para binaan.
Karena itulah, saya melihat kedua institusi ini menjadi sangat strategis dalam upaya mengokohkan wawasan kebangsaan yang telah mulai luntur dalam ingatan anak bangsa. Lemahnya wawasan kebangsaan ini telah membuat segelintir masyarakat tergiur dan tergoda dengan tarian ideologi lain. Penting dan sangat mendesak UKP PIP dan BNPT bersinergi dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dalam penguatan ideologi Pancasila dalam menangkal paham yang dapat merusak paham kebangsaan.
Jakarta 11 Desember 2017