Jakarta – Bangsa Indonesia akan menggelar pesta demokrasi pada bulan April 2019 mendatang dengan menggelar Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Dengan adanya Pileg dan Pilpres tersebut tidak menutup kemungkinan bagi sekelompok teroris untuk melakukan aksinya guna menunjukan eksistensi kelompok mereka.
Melihat kondisi itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Direktorat Pembinaan Kemampuan di Kedeputian II bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan menggelar Pelatihan Mitigasi Aksi Terorisme Integratif (Kementerian/Lembaga/Dinas/Instansi, Polri dan TNI dalam rangka Pengamanan Pemilu Legislatif dan Presiden Tahun 2019. Upacara penutupan dan simulasi latihan tersebut digelar di Lapangan Silang Monas dan di Stasiun Gambir, Jakarta, Rabu (6/3/2019).
“Hari ini kita latihan mitigasi, keterpaduan semua unit penanggulangan terorisme baik itu dari TNI, AD, AL, AU, Kepolisian bersama dinas instansi dan kementerian terkait. Kita lihat, ada pasukan khusus dari Sat-81 Gultor (Kopassus), Denjaka (Detasemen Jala Mangkara) dari Angkatan Laut, Satuan Bravo 90 dari Angkatan Udara, Gegana dari Polri dan semua dinas instansi yang terlibat, kita mesti latih,” ujar Kepala BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH usai acara..
Lebih lanjut mantan Kabareskrim Polri ini mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan dan dimana teroris akan melakukan aksinya. Oleh karena itu, maka langkah-langkah untuk menyiapkan Kesiapsiagaan Nasional sesuai amanat Undang-Undang (UU) No.5 tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme harus terus menerus dilakukan.
“Dan cara yang efektif untuk mempertahankan kondisi Kesiapsiagaan Nasional adalah dengan melakukan latihan yang melibatkan semua unsur nasional terkait secara intensif dan konprehensif,” ujar alumni Akpol tahun 1985 ini menjelaskan.
Apalagi menurutnya, sesuai UU tersebut BNPT adalah leading sector dalam bidang penanggulangan terorisme yang salah satunya memiliki tugas dalam menyusun kebijakan, strategi dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme. Dan pola penanggulangan terorisme di Indonesiasendiri selama ini menggunakan dua metode yaitu pola soft approach (pendekatan lunak) dengan melakukan program deradikalisasi dan pencegahan dan pola hard approach (penegakan hukum) dengan melalui penindakan serta kesipasiagaan nasional.
“Latihan yang kita laksanakan saat ini merupakan bentuk dari pola hard approach sebagai penguatan bagi TNI, Polri dan instansi terkait lainnya dalam rangka penanggulangan terorisme,” kata mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas.
Mantan Kapolda Jawa Barat ini pun juga mengungkapkan bahwa latihan dan simulasi ini merupakan program rutin dari BNPT. “Jadi latihan ini program rutin BNPT. Kemarin sebelum Asian Games kita juga menggelar di Kemayoran dan dihadiri Panglima TNI. Lalu tahun 2016 akhir kita latihan di Bandara Soekarno-Hatta dan 2018 kemarin kita gelar di Bandara Ahmad Yani Semarang,” jelas mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Dikatakan pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini, pemilihan stasiun kereta api sebagai tempat pelatihan mitigasi ini dikarenakan Stasiun Kereta Api merupakan salah satu objek vital yang berpotensi menjadi sasaran aksi terorisme yang dapat menimbulkan instabilitas. Oleh karean itu seluruh aparat harus waspada di berbagai tempat dengan segala situasi.
“Bukan cuma siang saja, malam juga, Bahkan dalam kondisi hujan pun harus kita hadapi. Kalau kita kemarin di bandara, di terminal bus, sekarang di Stasiun Kereta Api. Jadi semua sarana dan prasarana yang kemungkinan menjadi titik titik serangan (terorisme) harus kita antisipasi,” kata mantan Wakapolda Metro Jaya ini menuturkan.
Senada dengan Kepala BNPT, PT. Kereta Api Indonesia (KAI) pun juga menyadari pentingnya kegiatan pelatihan yang dilakukan di area publik, seperti Stasiun Kereta Api. Hal ini dikarenakan Stasiun merupakan salah satu objek vital yang ada yang diatur berdasarkan peraturan pemerintah yang menjadi konsentrasi publik.
“Kami sangat mendukung kegiatan yang digelar BNPT ini agar menjadi kegiatan yang positif ke depannya dalam hal antisipasi. Ada 600 lebih Stasiun di wilayah Jabotabek ini, dimana ada 76 stasiun dengan konsentrasi stasiun yang sangat tinggi. Ada sebanyak 1 juta penumpang yang kita angkut,” ungkap Direktur Pengelolaan Prasarana PT KAI, Muhammad Nurul Fadhilah.
Mantan Direktur Utama PT Kereta Api Commuter Indonesia (KCI) ini berharap adanya sinergitas antara BNPT dengan PT KAI dalam upaya pencegahan aksi terorisme agar tidak terjadi di kawasan obyek vital “Tentu harapan kami seperti ini bisa menjadi konsentrasi bersama dari pihak BNPT dalam rangka memitigasi semua resiko yang dapat terjadi dan menghasilkan korban dan lain-lain. Kami sangat mendukung,” ujarnya.
Sementara terkait dengan Standard Operational Procedur (SOP) yang dimiliki PT KAI dan BNPT, Irjen Pol. Drs. Budiono Sandi, M.Hum selaku Deputi II bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT menjelaskan bahwa pentingnya menyamakan untuk menyinergikan SOP-SOP yang sudah dimiliki masing-masing K/L dan instansi.
“Tentunya disini kita sinergikan SOP-SOP yang sudah dimiliki instasi terkait dengan BNPT sebagai focal point untuk melaksanakan tugas dengan baik di lapangan,” kata Irjen Pol Budiono Sandi yang turut hadir pada acara tersebut.
Para pejabat BNPT lainnya yang turut hadir pada acara tersebut yakni Sestama BNPT, Marsda TNI Dr. Asep Adang Supriyadi, Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Mayjen TNI Henri Paruhuman Lubis, para pejabat eselon II seperti Direktur pembinaan Kemampuan, Brigjen Pol. Drs. Imam Margono, Direktur Penindakan, Brigjen Pol Drs. Torik Triyono, Direktur Penegakkan Hukum, Brigjen Pol. Eddy Hartono, S.Ik,MH, Direktur Bilateral Brigjen Pol. Kris Erlangga, Kepala Biro Umum Brigjen TNI Dadang Hendrayudha, Inpektur BNPT, Dr. Amrizal, MM beserta pejabat eselon III dan IV lainnya di lingkungan BNPT.