Pengungkapan Komplotan Saracen Merupakan Prestasi Penegakan Hukum

Jakarta – Keberhasilan Polri menangkap komplotan Saracen yang selama ini menjadi penyebar konten hoax, ujaran kebencian, serta konten yang bernada provokatif dengan mengumbar isu sara di berbagai media sosial, patut diacungi jempol. Menurut anggota anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris, pengungkapan sindikat tersebut merupakan prestasi penegakan hukum.

“Keberhasilan Polri dalam mengungkap dan menangkap para pelaku kasus penyebar konten hoax dan ujaran kebencian serta konten yang bernada provokatif dengan isu sara di berbagai media sosial patut diacungi jempol. Ini merupakan prestasi dari penegakan hukum di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/8/2017).

Keberhasilan Polri mengungkap dalam kasus ini perlu diimbangi dengan dukungan dan peran seluruh masyarakat. “Para pelaku yang sudah tertangkap nyatanya dari berbagai lapisan masyarakat juga. Ini yang masih perlu perhatian serius tentang pemahaman Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di seluruh lapisan masyarakat,” tegasnya.

Menurut Charles, ada hal yang sangat mengkhawatirkan setelah sindikat Saracen terbongkar. Yakni, adanya motif transaksional antara sindikat penyebar kebencian dengan pihak yang memanfaatkan jasanya untuk kepentingan yang sangat tidak terpuji.

“Perkembangan penyebaran ujaran kebencian menjadi sebuah komoditas yang dilakukan dengan sengaja demi mendapat keuntungan finansial tanpa memikirkan dampak pada tatanan sosial masyarakat kita,” katanya.

Untuk itu, dia menilai langkah pemerintah dan penegak hukum dalam memerangi kejahatan cyber perlu mendapat dukungan dari banyak pihak. Charles juga mengimbau masyarakat menggunakan media sosial secara bijak.

Untuk itu, katanya, sosialisasi tentang UU ITE di semua lapisan, baik komunitas, lembaga, instansi dan sekolah juga perlu dilakukan secara intensif. Dengan demikian, akan tercipta kondisi komunikasi dan penyebaran informasi yang sehat di media sosial.

“Ujaran kebencian adalah benih dari radikalisme dan aksi-aksi intoleran yang dapat memecah belah bangsa. Oleh karena itu, penyebaran hoax, informasi provokatif yang mengancam SARA, ataupun ujaran kebencian harus kita perangi bersama,” tambah Charles.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti juga meminta komplotan ini diusut tuntas. Ia berharap kepolisian dapat mengungkap peran para tersangka serta tak menutup kemungkinan juga mengungkap siapa saja yang pernah menggunakan jasa sindikat Saracen untuk menyebarkan SARA.
“Diharapkan bisa terlihat peran-peran dari para tersangka. Bisa dimungkinkan nantinya merembet sampai pada orang atau kelompok yang pernah menggunakan jasa mereka untuk menyebarkan ujaran kebencian,” ujarnya.

Ia menduga ada orang atau kelompok yang menggunakan isu sara atau kebencian untuk mendapatkan kekuasaan. Kemudian dimanfaatkan sindikat Saracen lah untuk meraup keuntungan sehingga merupakan tindakan kriminal.

Ia mengatakan, bangsa Indonesia merupakan penduduk yang beragam yang wajib dijaga toleransi dan pluralismenya. Selain paham radikal yang dianggap melanggar hukum, orang yang menyebarkan ujaran kebencian juga merupakan tindak pidana. Sebab bisa memecah belah kesatuan dan persatuan, dapat mengakibatkan konflik sosial, sehingga harus diproses pidana.

Sebagaimana diketahui, polisi sudah menjerat anggota komplotan Saracen berinisial JAS, MFT, dan SRN dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 22 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.