Yogyakarta – Memasuki tahun 2025, seluruh elemen Indonesia perlu mengingat kembali jati diri bangsa sesuai dengan cita-cita konstitusi negara. Mewujudkan kehidupan toleransi antar golongan, sesuai yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, tentu tidaklah mudah. Berbagai tantangan kerap dijumpai bangsa Indonesia demi memelihara kehidupan yang rukun dan damai.
Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof. Dr. Zuly Qodir, M.Ag., menjelaskan bahwa Indonesia cukup kondusif untuk menaungi perbedaan agama dan golongan.
“Kondisi Indonesia sebagai negara yang toleran relatif baik di tahun 2024. Hal ini bisa terlihat dari penyelenggaraan Pemilu 2024 lalu yang minim sentimen agama atau atribut golongan lainnya. Ini menunjukkan kemajuan dan kedewasaan dalam berpolitik yang semakin meningkat yang perlu kita jaga bersama,” ujar Prof. Zuly di Yogyakarta, Senin (30/12/2024).
Menurutnya, pada akhir tahun biasanya ada peristiwa atau tindak kriminal yang akan menyeret sentimen keagamaan sebagai motivasinya. Perlu partisipasi aktif dari masyarakat luas untuk melakukan pencegahan terhadap berbagai bentuk perilaku yang mencurigakan dan terjadi di sekitarnya. Dengan demikian, penyelenggaraan keamanan dan stabilitas negara mampu berjalan dengan efektif.
Prof. Zuly pun berpendapat bahwa Pemerintah harus mengajak berbagai lapisan masyarakat untuk bisa terlibat dalam membumikan nilai toleransi. Harapannya, masyarakat dari tingkat pedesaan sampai perkotaan dan menjangkau segala tingkat pendidikan menjadi lebih menghargai dan memahami pentingnya memelihara keragaman dan kebhinekaan. Ini adalah upaya agar zeroattack terrorism yang telah dicapai di tahun 2024 bisa dipertahankan di tahun-tahun mendatang.
Dirinya berpendapat bahwa Indonesia tetap perlu mewaspadai segala pergerakan jaringan teror agar lebih siaga dalam menghadapi ancaman destabilisasi nasional. Bisa jadi kelompok-kelompok intoleran dan radikal sedang mengembangkan strategi baru atau aktivitas lain yang tidak terlihat oleh masyarakat. Pernyataan ini menunjukkan bahwa ancaman radikalisme masih ada dan perlu diantisipasi secara serius.
Oleh karena itu, menurutnya, perlu upaya pencegahan yang serius dari semua pihak untuk mereduksi potensi bahaya yang mungkin ditimbulkan jika terjadi tindakan teror di Indonesia. Media sosial dan turunannya menjadi salah satu cara untuk melawan paham intoleransi dan radikalisme secara cepat dan terukur. Hal ini perlu dilakukan karena jaringan teror juga menggunakan media yang sama dalam menyebarkan pemahaman radikalnya.
“Dalam era digital saat ini, penyebaran ide-ide intoleran melalui media sosial menjadi tantangan tersendiri. Kelompok-kelompok intoleran masih aktif menyebarkan paham mereka secara online. Oleh karena itu, perlu ada kontra narasi yang kuat untuk melawan ide-ide tersebut. Kalau itu tidak dilakukan maka media sosial akan dikuasai oleh kelompok-kelompok yang setuju terhadap radikalisme dan terorisme,” ungkapnya.
Lebih lanjut Prof Zuly Qodir mengungkapkan bahwa penyebaran pesan perdamaian dan toleransi tidak hanya menjadi milik Pemerintah. Faktanya, banyak pula elemen masyarakat yang tergerak secara sadar dan mandiri untuk berpartisipasi aktif membuat dan menyebarkan konten-konten yang positif. Hal ini juga sejalan dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi dalam melawan narasi intoleransi dan radikalisme.
“Dalam konteks ini, BNPT mendorong masyarakat untuk aktif menyebarkan gagasan damai dan saling menghargai di media sosial serta dalam interaksi sehari-hari. Penyebaran gagasan tentang kebersamaan dan saling membantu solidaritas di tingkat masyarakat harus dilakukan oleh para aktivis toleransi,” kata Prof. Zuly.
Ia berujar bahwa masyarakat dapat berperan bukan dengan saling melempar curiga terhadap kelompok masyarakat lain hanya karena pihak tersebut belum dipahami dengan benar. Deteksi dini terhadap paham intoleransi dan radikalisme yang benar dilakukan dengan saling berkenalan dan membangun komunikasi yang sehat.
Mengingat pentingnya komunikasi yang baik antar masyarakat, Prof. Zuly pun berpesan agar seluruh pihak memprioritaskan pendidikan yang baik agar komunikasi bisa terbangun dengan ideal. Generasi muda dan akademisi memiliki porsi yang besar dan peranan penting dalam menjaga sehatnya komunikasi antar golongan.
“Kita harus melibatkan generasi muda dalam upaya kontranarasi yang berkesinambungan. Pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai toleransi dan saling menghargai sangat penting untuk membentuk karakter generasi penerus bangsa. Masa depan Indonesia tergantung pada pemahaman dan sikap generasi muda dan akademisi terhadap keberagaman yang hakiki,” pungkasnya.