Jakarta – Penguatan resiliensi WNI terutama Pekerja Migran Indonesia
(PMI) di Hongkong terhadap radikal-terorisme perlu untuk terus
ditingkatkan dengan menguatkan konsep nilai kebangsaan dan persatuan
mereka sesama WNI di luar negeri.
Pernyataan itu diucapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Komjen Pol Mohammed Rycko
Amelza Daniel saat melaksanakan desiminasi bahaya radikal-terorisme
kepada WNI khususnya Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hongkong, Sabtu
(9/3/2024).
“Perlu menguatkan konsep kebangsaan, persatuan dan kesatuan dan
menjaga orang-orang terdekat agar tidak mudah terhasut oleh ajaran
kebencian,” kata Rycko dalam keterangan tertulisnya, Senin
(11/3/2024).
Ia mengingatkan agar para PMI agar tak mudah terhasut ajaran
kebencian. Rycko mengingatkan jika saat ini masih terdapat aktivitas
kelompok penganut ideologi kekerasan terutama dalam hal penggalangan
dana dan radikalisasi pada perempuan, anak dan remaja walaupun tidak
terdapat aksi terbuka pada tahun 2023 lalu.
“Tidak terjadi serangan terorisme pada tahun 2023 di Indonesia namun
masih terdapat sejumlah penangkapan pelaku terorisme, upaya
penggalangan dana untuk operasional jaringan dan meningkatnya
radikalisasi terhadap perempuan, anak dan remaja,” katanya.
Sementara itu, Deputi Bidang Kerjasama Internasional BNPT Andhika
Chrisnayudhanto menambahkan sejumlah hasil penelitian terkait PMI dan
jenis kasus yang pernah terjadi kepada PMI di Hongkong.
“Ada aktivitas di media sosial, pendanaan hingga berkomitmen untuk
melakukan bom bunuh diri di Indonesia,” Jelasnya.
Konsul Jenderal KJRI Hongkong, Yul Edison menyambut baik upaya BNPT
untuk melaksanakan program pencegahan terorisme sebagai upaya
peningkatan resiliensi PMI di Hongkong terhadap radikal-terorisme.
“Kami mendukung program pencegahan terorisme baik offline maupun
hybrid, sebagai contoh pada kegiatan welcoming program kepada PMI yang
baru datang ke Hongkong,” katanya.
Dirinya pun menyampaikan WNI yang ada di Hong Kong jumlahnya mencapai
ratusan ribu orang dengan mayoritas adalah PMI. Para pekerja migran
selama ini telah mendapatkan apresiasi dari pemerintah Hongkong karena
bekerja dengan baik.
Sementara itu, Deputi Bidang Penempatan dan Perlindungan Kawasan Eropa
dan Timur Tengah BP2MI, Irjen Pol I Ketut Suardana menyampaikan
pentingnya PMI sebagai penyumbang devisa kedua setelah migas untuk
dapat berangkat secara prosedural.
“PMI tidak boleh berangkat secara non-prosedural karena rawan menjadi
korban TPPO,” ungkapnya.
Di akhir sesi pada kegiatan ini, dilakukan pemutaran film dengan judul
“Pilihan” yang diprakarsai oleh Noor Huda Ismail (Ruang Migran) dan
diproduseri Ani Ema Susanti. Film tersebut menceritakan mengenai kisah
persoalan perempuan pekerja migran dan jebakan terorisme di media
sosial.