Jakarta – Penguatan nilai kebangsaan yaitu Pancasila dan nilai sosial Bhinneka Tunggal Ika dari usia dini akan menjadi benteng dalam mencegah aksi terorisme yang menyasar anak-anak kecil. Untuk itu, harus ada upaya serius untuk merealiasasikan itu karena faktanya kelompok radikal terorisme telah menjadikan anak untuk melakukan aksi bom bunuh diri.
“Ini sangat menyedihkan dan miris, dimana anak-anak yang seharusnya harus ceria dan bermain, justru digunakan untuk melancarkan aksi terorisme bom bunuh diri. Ini bukti pelaku terorisme itu tidak bisa diprediksi. Anak-anak kecil dijadikan ‘pengantin’. Tentu ini tidak terduga sama sekali,” kata Ketua Departemen Kriminologi Universitas Indonesia, DR. Kemal Darmawan di sela-sela FGD Penyusunan SOP Sistem Keamanan Obvit Ketenagalistrikan dan Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) atau Sekolah Internasional, Jumat (26/6/2016).
Seperti diketahui, beberapa hari lalu terjadi aksi bom bunuh diri di kota Gazientep, Turki yang menewaskan 52 orang. Aksi itu dilakukan anak kecil berusia 12 tahun. Kemudian di Kirkuk, Irak, hampir terjadi peristiwa dimana seorang anak berusia 14 tahun yang dibadannya sudah dipasang bom seberat 2kg. Beruntung, aksi itu digagalkan pihak keamanan setempat.
Kemal menilai, kejadian itu memang berada di Timur Tengah. Tapi tidak menutup kemungkinan, pelaku terorisme di Indonesia yang berafiliasi ke ISIS, akan melakukan aksi serupa dengan menggunakan anak-anak sebagai pemantiknya. Tentu ini harus diantisipasi dan dicegah.
“Di sini peran keluarga sangat vital. Anak-anak seusia itu seharusnya dalam lindungan orang tua. Dan penguatan atau pengamalan nilai Pancasila serta pengendalian sosial menjadi kunci untuk mencegah aksi terorisme di kalangan anak-anak kecil,” imbuh pria yang juga Ketua Tim Ahli Penyusunan SOP Sistem Keamanan Lingkungan dan Obvit dan Transportasi ini.
Menurutnya, ada sesuatu yang terjadi dalam pengendalian sosial bila sampai anak-anak kecil dimanfaatkan dalam aksi terorisme. Pasalnya, anak-anak itu seharusnya belum dicekoki paham radikal terorisme, meskipun mereka tinggal di lingkungan terorisme atau bahkan anak-anak pelaku terorisme.
“Terorisme itu ideologi dan anak-anak tidak mungkin menyelami dengan sendiri. Ada bujukan dan doktrin yang sengaja dimasukkan ke mereka. Karena itu harus ada tindakan nyata untuk menyikapi fakta ini,” terang Kemal.
Sementara itu, meyikapi pentingnya penguatan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam sebuah negara majemuk seperti Indonesia, DR Achmad Muhibbin Zuhri, dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya menilai, kemajemukan Indonesia justru modal bagi bangsa dalam membendung paham radikal terorisme.
“ Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibungkus semangat Bhineka Tunggal Ika. Karena itu para pendiri bangsa memilih Pancasia sebagai dasar negara. Ini harus diamalkan terus menerus sehingga bangsa Indonesia akan imun dari propaganda paham radikal terorisme,” kata Muhibbin Zuhri.